terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Batik Eco-Friendly dari Jogja: Proses 5 Kali Lebih Lama tapi Tembus Pasar Dunia - my blog
Sep 23rd 2024, 11:34, by Nawalre Nurshafa, Pandangan Jogja
Batik eco-friendly dari Jogja kini tak hanya populer di Indonesia, tapi sudah tembus pasar Jepang, Malaysia, hingga Belanda. Meski proses produksinya lima kali lebih lama dibanding batik kimia, produk batik ramah lingkungan ini justru makin diminati, karena tren global yang semakin peduli terhadap lingkungan. Apakah ini masa depan batik?
Di tengah semakin ketatnya regulasi internasional terkait produk ramah lingkungan, batik eco-friendly dari Jogja menjadi sorotan dunia. Salah satu pelaku industri batik yang berhasil menembus pasar global adalah Sae Sae Batik Ecofashion di Yogyakarta, milik Emirita Pratiwi.
Produk batik miliknya kini diminati di berbagai negara. Pasar internasional semakin sadar akan bahaya pewarna kimia yang kerap digunakan dalam pembuatan batik konvensional, seperti napthol, yang terbukti bisa mencemari lingkungan dan berisiko bagi kesehatan.
"Negara seperti Belanda sekarang melarang penggunaan pewarna kimia karena limbahnya berbahaya. Batik kimia mengandung zat karsinogen yang bisa menyebabkan kanker, khususnya kanker kulit," ungkap Tiwi saat ditemui Pandangan Jogja, Kamis (19/9).
Proses pembuatan batik eco-friendly memerlukan waktu lima kali lebih lama dibandingkan batik kimia. Dulu, Tiwi bisa menghasilkan 70 potong batik sehari saat masih menggunakan pewarna sintetis.
Namun, dengan pewarna alami, jumlah tersebut baru bisa dicapai dalam enam hari. Meski begitu, Tiwi tidak mengalami penurunan pendapatan, justru sebaliknya.
"Harga batik eco-friendly memang lebih tinggi karena prosesnya lebih lama dan lebih rumit. Tapi, konsumen di luar negeri bersedia membayar lebih untuk produk yang ramah lingkungan," jelasnya.
Tak hanya fokus pada pewarnaan alami, Tiwi juga memanfaatkan limbah dari proses pembuatan batik sebagai media tanam. Hal ini menjadi solusi kreatif di tengah terbatasnya lahan di perkotaan. Dengan begitu, selain ramah lingkungan, bisnis batiknya juga mendukung pertanian urban.
"Limbah pewarna alami bisa diolah jadi media tanam, jadi saya tak perlu lagi beli tanah untuk menanam tanaman," tambahnya.
Kesuksesan Tiwi dalam memperluas pasar batik eco-friendly juga tak lepas dari bantuan program SiBakul yang dikelola oleh Dinas Koperasi dan UMKM DIY.
Melalui platform ini, Tiwi mendapatkan fasilitas pengiriman gratis ke seluruh Indonesia, sebuah fitur yang sangat membantu dalam mengurangi biaya pengiriman, terutama untuk pelanggan di luar Pulau Jawa.
"Dengan free ongkir dari SiBakul, penjualan saya naik 30 persen dalam empat tahun terakhir. Ini sangat membantu, terutama untuk pengiriman ke luar Jawa yang biayanya bisa mencapai Rp 40 ribu lebih," kata Tiwi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar