terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri bakal menggelar Operasi Patuh 2024. Ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan kepatuhan pengendara dalam berlalu lintas.
Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Eddy Djunaedi membenarkan adanya operasi tersebut. Kegiatan ini akan digelar selama 2 pekan mulai 15-28 Juli 2024.
"Iya betul," kata Eddy saat dikonfirmasi, Sabtu (13/7).
Ada 14 jenis pelanggaran lalu lintas yang menjadi fokus dalam Operasi Patuh tahun ini. Di antaranya, berkendara motor tanpa menggunakan helm hingga parkir liar.
Berikut daftar 14 pelanggaran yang menjadi sasaran polisi:
1. Melawan arus;
2. Berkendara di bawah pengaruh alkohol;
3. Menggunakan ponsel saat mengemudi;
4. Tidak mengenakan helm SNI;
5. Tidak menggunakan sabuk keselamatan;
6. Melebihi batas kecepatan;
7. Berkendara di bawah umur atau tidak memiliki SIM;
8. Berboncengan lebih dari satu;
9. Kendaraan roda empat atau lebih tidak memenuhi laik jalan;
Keamanan pangan merupakan salah satu masalah utama, terlebih saat populasi semakin meningkat. Dapat kita ketahui bahwa keamanan pangan dapat tercapai jika tiga komponen utama telah terpenuhi seperti tersedianya pangan yang cukup, akses terhadap pangan yang aman, dan pemanfaatan pangan dalam hal kualitas, nutrisi dan tujuan budaya untuk hidup sehat. Kegagalan salah satu aspek akan menyebabkan kerawanan pangan dan mal nutrisi suatu daerah ataupun Negara dan dampaknya akan berlanjut pada kesehatan manusia.
Kontaminasi aflatoksin dapat menjadi ancaman keamanan pangan karena hampir seperempat tanaman pangan di dunia dipengaruhi oleh mikotoksin. Tiga cendawan utama penghasil mikotoksin adalah Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium. Di antara ketiga mikotoksin tersebut, aspergillus merupakan mikotoksin yang paling berbahaya. Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus adalah cedawan utama yang menghasilkan aflatoksin dan dapat tumbuh di tempat yang hangat dan lembab.
Aspergilus sangat dominan dalam menyerang produk biji-bijian seperti jagung dan kacang-kacangan seperti kacang tanah, almond, hazelnuts, macadamia, dll. Aflatoksin mengakibatkan makanan tidak dapat dimakan dan tingkat bahaya bagi manusia tergantung pada kadar aflatoksin yang terkandung pada makanan tersebut. Teknik pengolahan makanan tidak cukup untuk menghilangkan cendawan Aspergillus dari makanan dan pakan yang terkontaminasi karena sifatnya yang tahan panas.
Di alam terdapat 14 jenis aflatoksin dan beberapa di antaranya sangat berbahaya bagi manusia dan hewan karena ditemukan pada semua tanaman pangan utama. Aflatoksin yang paling berbahaya tersebut antara lain aflatoksin B1, B2, G1, dan G2. Aflatoksin B1 adalah yang paling umum ditemukan dalam makanan dan dapat meningkatkan risiko kanker hati pada manusia. Aflatoksin M1, suatu metabolit aflatoksin B1, dapat mengkontaminasi susu sapi yang mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi aflatoksin.
Bagaimana Aflatoksin Berkembang?
Aflatoksin muncul ketika cendawan seperti Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus, berkembang biak pada suhu dan kelembaban yang tinggi. Kondisi ini mulai mencemari tanah, benih dan biji-bijian. Selain itu, kondisi penyimpanan yang humid, lembab, dan hangat akan memicu pertumbuhan cendawan A. flavus dan A. parasiticus.
Kontaminasi aflatoksin akan ditemukan pada produk pertanian mentah ketika cendawan telah mulai menyerang saat tumbuh kembang produk tersebut atau saat setelah panen. Kondisi yang lebih parah adalah, ketika hewan ternak seperti sapi, memakan pakan yang telah terkontaminasi aflatoksin, maka produk olahan seperti susu dan keju juga ikut terkontaminasi.
Tingkat Toleransi Aflatoksin dalam Makanan
U.S. Food and Drug Administration telah mengeluarkan buku panduan tentang ambang batas kontaminasi aflatoksin pada produk makanan Tahun 2021. FDA akan mengambil Tindakan hukum untuk menarik produk yang terkontaminasi aflatoksin dari pasaran.
Adapun beberapa jenis ambang batas kontaminasi pada produk pertanian antara lain: (i) produk jagung dan kacang tanah yang dijadikan sebagai bahan pakan ternak; 300 ppb, (ii) tepung biji kapas ditujukan untuk unggas, daging sapi, sapi, atau babi; 300 ppb, (iii) jagung, produk kacang tanah, tepung biji kapas, dan bahan pakan ternak lainnya yang digunakan untuk hewan perah; 20 ppb, (iv) produk kacang tanah, pistachio, jagung yang dimakan langsung oleh manusia; 20 ppb, (v) susu; 0,5 ppb.
Apa yang Harus Dilakukan untuk Mengurangi Resiko Kontaminasi?
Ada berbagai metode yang dapat kita lakukan untuk mengurangi risiko kontaminasi aflatoksin. Dimulai dari metode fisik, perlakuan panas, perlakuan ozon, degradasi mikroba dan enzimatik. Metode fisik dapat mengurangi kontaminasi aflatoksin sebesar 40-80%. Metode ini dapat dilakukan dengan cara membuang biji-bijian atau kacang-kacangan yang rusak akibat serangan cendawan.
Perlakuan panas dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan menggunakan air hangat atau dengan mengembuskan udara hangat pada produk. Untuk ke efektifitasan perlakuan perlu ditambahkan bahan kimia yang aman seperti hidroksida, bikarbonat, dan kalsium klorida.
Perlakuan ozon dapat diaplikasikan dengan kadar 8,5–40 ppm dengan menggunakan suhu yang berbeda sehingga dapat menghilangkan aflatoksin B1 dan G1. Namun tidak memberikan efek pada aflatoksin B2 dan G2. Degradasi mikroba dan enzimatik merupakan pilihan yang lebih ramah lingkungan. Metode ini dapat dilakukan dengan cara mengaplikasikan Flavobacterium aurantiacum pada susu yang bertujuan untuk menghilangkan kontaminasi aflatoksin M1.
Selain itu, pemberian cendawan tertentu juga dapat mengubah aflatoksin B1 menjadi bentuk yang tidak terlalu beracun. Penanaman yang tepat waktu, menyediakan nutrisi tanaman yang cukup, mengendalikan gulma serta rotasi tanaman yang terjadwal, juga dapat membantu mengurangi kontaminasi aflatoksin.