terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

PPN Naik Jadi 12 Persen di 2025, Pemerintah Mesti Beri Stimulus Kelas Menengah - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
PPN Naik Jadi 12 Persen di 2025, Pemerintah Mesti Beri Stimulus Kelas Menengah
Oct 12th 2024, 16:44, by Muhammad Darisman, kumparanBISNIS

Ilustrasi karyawan kecapekan kerja. Foto: CrizzyStudio/Shutterstock
Ilustrasi karyawan kecapekan kerja. Foto: CrizzyStudio/Shutterstock

Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun depan. Kenaikan PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam aturan tersebut, tarif PPN bisa naik dari semula 11 persen menjadi 12 persen sebelum 1 Januari tahun 2025.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kenaikan PPN ini tidak akan terlalu memberatkan masyarakat, selama penerimaan pajak digunakan dengan tepat. Untuk program-program yang mendukung masyarakat berpenghasilan rendah.

"Kenaikan PPN tidak terlalu memberatkan masyarakat. Kuncinya, kenaikan penerimaan PPN digunakan untuk program-program yang bermanfaat bagi masyarakat berpenghasilan rendah, seperti MBG (Makanan Bergizi Gratis), sekolah gratis, perbaikan layanan dan coverage kesehatan, subsidi rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah," kata Wija kepada kumparan, Sabtu (12/10).

"Jika tidak, maka berpotensi menaikkan ketimpangan, mengingat PPN dikenakan sama rata untuk masyarakat ekonomi atas, menengah, dan bawah," imbuhnya.

Ia menambahkan, peningkatan penerimaan negara akibat kenaikan PPN ini diperkirakan hanya sekitar Rp 60 triliun hingga Rp 80 triliun.

"Peningkatan penerimaan akibat kenaikan PPN tidak terlalu banyak, mungkin hanya sekitar Rp 60 triliun hingga Rp 80 triliun," ujar Wija.

Untuk memastikan sistem perpajakan yang lebih adil, ia juga menyarankan agar pemerintah meningkatkan tata kelola penarikan pajak dan mengurangi insentif yang terlalu besar di sektor sumber daya alam.

"Secara paralel, pemerintah perlu meningkatkan GCG (good corporate governance) penarikan pajak, dan mengurangi insentif berlebih untuk sektor tertentu, terutama SDA. Dengan begitu, situasi perpajakan kita makin fair; dan penerimaan negara terbantu secara signifikan," katanya.

Menurut Wija, pemerintah perlu memberikan stimulus untuk kelas menengah yang terkena dampak kebijakan ini. Stimulus ini bisa diberikan secara langsung atau tidak langsung.

"Perlu diberikan stimulus, bisa langsung ke kelas menengah, bisa juga ke sektor yang mempekerjakan kelas menengah," tegasnya.

Sementara itu, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai bahwa dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat umum akan terbatas. Mengingat banyaknya fasilitas dan insentif PPN yang sudah diberikan.

"Dampak kenaikan PPN akan terbatas mengingat banyaknya fasilitas dan insentif PPN yang diberikan ke masyarakat," ujar Fajry.

Ia mencontohkan bahwa transaksi kecil seperti membeli bakso atau gorengan di kaki lima tidak dikenakan PPN. Menurutnya, PPN hanya dikenakan pada pedagang yang memiliki omzet lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun.

"PPN wajib pungut ketika pedagang punya omzet lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun. Selama membeli dari usaha mikro dan kecil, tidak kena PPN," ungkap Fajry.

Barang dan jasa tertentu seperti sembako dan layanan pendidikan juga dikecualikan dari PPN, sehingga dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi tidak signifikan. "Dan ada barang/jasa tertentu yang bebas PPN seperti sembako dan jasa pendidikan. Makanya, dahulu, dampak kenaikan tarif PPN ke inflasi pada tahun 2022 hanya 0,4 persen," imbuhnya.

Meski demikian, Fajry menekankan bahwa manajemen kebijakan yang baik adalah kunci untuk mengurangi dampak regresif dari PPN, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah.

"Meski demikian, yang penting adalah manajemen pengelolaan kebijakan. Salah satunya dampak regresif dari PPN. Di sinilah Pemerintah dapat gunakan sisi spending-nya yakni melalui perlinsos (perlindungan sosial)," pungkasnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: