terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

Serba-serbi MK Putus Gugatan 5 Ibu yang Anaknya 'Diculik' Eks Suami - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Serba-serbi MK Putus Gugatan 5 Ibu yang Anaknya 'Diculik' Eks Suami
Sep 27th 2024, 09:42, by Mirsan Simamora, kumparanNEWS

Para ibu yang mengajukan gugatan ke MK karena anak 'diculik' mantan suami. Foto: Dok. Mahkamah Konstitusi
Para ibu yang mengajukan gugatan ke MK karena anak 'diculik' mantan suami. Foto: Dok. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan oleh lima orang ibu. Mereka menggugat KUHP karena anaknya 'diculik' oleh mantan suaminya.

Para penggugat adalah adalah Aelyn Halim (Pemohon I), Shelvia (Pemohon II), Nur (Pemohon III), Angelia Susanto (Pemohon IV), dan Roshan Kaish Sadaranggani (Pemohon V).

Mereka mempermasalahkan Pasal 330 ayat (1) KUHP, yang berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun".

Frasa 'barang siapa' yang menjadi persoalan. Kelima ibu itu merasa dirugikan hak konstitusionalnya lantaran hal tersebut.

Kelima ibu tersebut tidak bisa memproses secara hukum mantan suami mereka atas dugaan penculikan karena frasa tersebut. Sebab, 'penculikan' anak itu dilakukan oleh ayah kandung sang anak. Mereka kemudian meminta frasa 'Barang siapa' itu diganti menjadi 'Setiap orang tanpa terkecuali Ayah atau Ibu kandung dari Anak'.

"Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'Setiap orang tanpa terkecuali Ayah atau Ibu kandung dari Anak'," bunyi petitum yang dimohonkan Pemohon, dikutip dari situs MK.

Namun, MK menolak seluruh petitum tersebut.

"Mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan yang digelar pada Kamis (26/9).

MK memberikan alasan menolak gugatan tersebut. Menurut MK frasa 'barang siapa' dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP sebenarnya sudah sangat tegas dan tidak memerlukan pemaknaan baru. Frasa tersebut sudah memberikan kepastian hukum, mencakup ayah atau ibu kandung, sebagaimana petitum pemohon.

"Pasal 330 ayat (1) KUHP merupakan ketentuan yang diatur secara jelas dan tegas, sehingga ketentuan dimaksud tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain, yaitu frasa 'barang siapa' mencakup setiap orang, tanpa terkecuali ayah atau ibu kandung dari anak, sebagaimana yang didalikkan oleh pemohon," kata hakim MK Arief Hidayat.

Dengan demikian, dia menegaskan bahwa 'penculikan' anak oleh ayah kandung dari ibu yang memiliki hak asuh sebagaimana diputus pengadilan, merupakan tindakan pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP.

Pemohon gugatan Pasal 330 ayat (1) KUHP menangis dalam sidang putusan di MK, Kamis (26/9/2024). Foto: Dok. MKRI
Pemohon gugatan Pasal 330 ayat (1) KUHP menangis dalam sidang putusan di MK, Kamis (26/9/2024). Foto: Dok. MKRI

"Sehingga meskipun yang mengambil anak adalah orang tua kandung, jika dilakukan secara paksa tanpa hak/izin maka tindakan tersebut termasuk dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP," kata Arief.

"Artinya jika pengambilan anak oleh orang tua kandung yang tidak memiliki hak asuh atas putusan pengadilan dilakukan dengan tanpa sepengetahuan dan seizin orang tua pemegang hak asuh, terlebih dilakukan dengan disertai paksaan atau ancaman paksaan, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan melanggar pasal 330 ayat (1) KUHP," ungkapnya.

Sidang ini diwarnai dengan isak tangis pemohon maupun hakim. Dalam foto yang dilansir MK, terlihat Hakim Konsititusi Arief Hidayat tampak menyeka matanya dan seorang pemohon tak kuasa menahan tangisnya.

Hakim MK Arief Hidayat mengusap air mata saat sidang putusan Pasal 330 ayat (1) KUHP, Kamis (26/9/2024). Foto: Dok. MKRI
Hakim MK Arief Hidayat mengusap air mata saat sidang putusan Pasal 330 ayat (1) KUHP, Kamis (26/9/2024). Foto: Dok. MKRI

Momen Hakim MK Terisak

Ada momen haru saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutus gugatan lima orang ibu yang anaknya 'diculik' oleh mantan suami mereka. Momen tersebut terjadi saat salah satu hakim MK, Guntur Hamzah, menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan terkait gugatan para ibu tersebut.

Para ibu itu dalam gugatannya mempermasalahkan Pasal 330 Ayat (1) KUHP yang berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun".

Frasa 'barang siapa' yang menjadi persoalan. Kelima ibu itu merasa dirugikan hak konstitusionalnya lantaran hal tersebut. Kelima ibu tersebut tidak bisa memproses secara hukum mantan suami mereka atas dugaan penculikan karena frasa tersebut. Sebab, 'penculikan' anak itu dilakukan oleh ayah kandung sang anak.

Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Para ibu meminta frasa tersebut diganti menjadi: 'Setiap orang tanpa terkecuali ayah atau ibu kandung dari anak'.

Namun, MK menolak permohonan tersebut untuk keseluruhan karena frasa 'barang siapa' dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP sudah sangat jelas, mencakup juga permohonan para ibu tersebut.

Meski begitu, Guntur Hamzah punya sikap berbeda. Guntur menilai gugatan para ibu itu harusnya dikabulkan sebagian. Bahkan saat membacakan dissenting opinion-nya, Guntur sempat terisak, mengingat kesaksian para ibu yang dilontarkan di persidangan.

Menurut Guntur, pengasuhan anak pada dasarnya merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya. Tanggung jawab tersebut tetap melekat meskipun terjadi perceraian.

Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, kata Guntur, penghormatan anak kepada ibunya didahulukan tiga kali lebih banyak dibandingkan penghormatan terhadap ayahnya. Artinya ada penegasan khusus pada peran ibu dalam pemeliharaan, pengasuhan, dan tumbuh kembang anak.

Kaitan dengan Pasal 330 KUHP, Guntur menilai bahwa kedua orang tua dari seorang anak di bawah umur sejatinya dan idealnya diasuh secara bersama-sama oleh kedua orang tuanya. Meskipun kedua orang tua dimaksud secara bersama-sama atau sendiri-sendiri berhak untuk mengasuh anaknya yang masih di bawah umur.

Guntur Hamzah Terisak

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang putusan tentang gugatan syarat usia calon pimpinan KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (12/9/2024). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang putusan tentang gugatan syarat usia calon pimpinan KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (12/9/2024). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO

Guntur mengaku nelangsa saat mendengar kesaksian para ibu di persidangan. Di momen inilah, dia terisak.

"Terus terang, saya merasa nelangsa tatkala membaca permohonan pemohon dan mendengar kesaksian ibu-ibu yang terpaksa harus berpisah dengan 'buah hatinya' yang masih di bawah umur karena rebutan hak asuh anak yang berujung pada pengambilan paksa seorang anak dari ibu kandung," kata Guntur sembari terisak.

Terlihat juga dia berhenti sejenak, lalu mengusap wajah dengan tangannya. Matanya tampak berkaca-kaca.

Guntur menegaskan kewenangan seorang ibu dalam mengasuh anak.

"Penguasaan atau pengasuhan ibu kandung dapat dikesampingkan apabila ibu kandung terbukti antara lain: tidak cakap, kehilangan ingatan, sakit jiwa, maupun di bawah pengampuan yang berdampak pada kesehatan rohani dan jasmani anak," ucapnya.

"Kedua, penelantaran anak. Hanya dengan kedua alasan pengecualian itulah ayah kandung dapat menarik anak di bawah pengawasan penguasaan ibu kandung yang tentunya harus melalui prosedur hukum misalnya putusan pengadilan," lanjutnya.

"Sebelum adanya putusan pengadilan anak di bawah umur harus dipandang di bawah penguasaan atau pengasuhan ibu kandungnya," lanjutnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: