terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara DIY: Presiden-DPR Otoriter dan Diktator - my blog
Aug 22nd 2024, 10:49, by Salmah Muslimah, kumparanNEWS
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (AP HTN-HAN) DIY mengeluarkan pernyataan sikap soal revisi UU Pilkada yang dilakukan kurang dari 24 jam.
Mereka mengatakan sikap ini diambil atas adanya pengkhianatan daulat rakyat dan pembangkangan konsitusi yang dilakukan oleh DPR dan Presiden.
Hal ini berkaitan dengan tak diindahkannya putusan MK. Justru DPR membuat move dengan menyepakati RUU Pilkada hari Rabu (21/8) dan akan disahkan pada esok harinya atau hari ini.
"Lembaga legislatif (DPR) dan eksekutif (Presiden) yang semestinya menjadi garda terdepan dalam memberikan teladan dan contoh yang baik bagi rakyat Indonesia dalam mematuhi hukum dan konstitusi justru saat ini tengah mempertontonkan sikap pembangkangan terhadap konstitusi dan hukum itu sendiri," kata Ketua APHTN HAN DIY Prof Ni'matul Huda dalam keterangannya, Kamis (22/8).
Sikap presiden dan DPR yang tidak patuh serta melawan putusan lembaga peradilan (MK) merupakan bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan merusak tatanan negara Indonesia berdasarkan hukum (rule of law).
"Presiden dan DPR secara pongah telah mempertontonkan sikap otoriter dan diktator serta mengkhianati daulat rakyat," jelasnya.
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (AP HTN-HAN) Daerah Istimewa Yogyakarta mengecam keras sikap Presiden dan DPR tersebut serta menyatakan sikap sebagai berikut:
RUU Perubahan atas UU Pilkada adalah cacat formil karena prosesnya tidak transparan dan menutup ruang bagi partisipasi publik sehingga prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation) yang diwajibkan oleh hukum untuk dilakukan oleh DPR dan Presiden dalam setiap pembahasan RUU gagal dipenuhi;
Selain cacat formil, RUU Perubahan atas UU Pilkada juga mengandung cacat materiil karena substansinya tidak sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024;
RUU Perubahan atas UU Pilkada secara terang benderang telah membunuh proses pemilihan kepala daerah yang kompetitif serta melanggar hak-hak sipil-politik warga negara atas kesempatan dan kesetaraan hak memilih dan dipilih dalam konteks daulat rakyat.
Menuntut kepada DPR dan Presiden untuk tidak mengesahkan RUU Perubahan UU Pilkada yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024;
Dalam tradisi jawa yang juga diajarkan oleh Raja-Raja Jawa, ada wejangan "Ojo Dumeh" alias jangan "mentang-mentang", "Ojo Adigang (memaksakan kehendak), Adigung (menindas) lan Adiguna (menggunakan kecerdasan untuk memanipulasi dan mengambil keuntungan)". Apalagi mempertahankan peribahasa jawa "ASU GEDHE MENANG KERAHE". Agar tidak mentang-mentang dalam menggunakan kekuasaan, sudah saatnya Partai politik yang membangkang konstitusi dapat dibubarkan dan harus dibubarkan karena telah mempertontonkan aktivitas yang tidak sesuai dengan demokrasi dan negara hukum yang selama ini sedang, telah, dan terus dibangun;
Menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bergerak bersama melawan sikap diktator Presiden dan DPR yang telah merusak tatanan bernegara berdasarkan hukum dan konstitusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar