terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Membangkitkan DPA dari Kubur dan Skenario Kabinet Jumbo - my blog
Jul 10th 2024, 10:21, by asep k nur zaman, asep k nur zaman
Dalam dinamika politik yang penuh warna, Badan Legislasi (Baleg) DPR tiba-tiba memutuskan untuk membangkitkan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dari kuburnya. DPR juga sudah lebih dulu menggodok revisi UU Kementerian Negara. Semua ini seolah menjadi skenario episode terbaru dari drama politik Indonesia yang tak pernah kehabisan kejutan.
Dalam dunia politik, "peluang selalu ada," kata Achmad Baidowi, Wakil Ketua Baleg DPR (kumparan, 10 Juli 2024). Tak ada yang lebih menggambarkan dinamika politik Indonesia selain kalimat itu.
DPR, dalam kebijaksanaannya, memutuskan untuk menghidupkan kembali DPA dengan alasan yang mungkin hanya bisa dimengerti oleh mereka yang ada di dalamnya. Langkah ini untuk menghapus Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), yang sebelumnya dibentuk menggantikan DPA melalui amandemen UUD 1945.
Dalam revisi tersebut, perahu kecil Wantimpres -- yang hanya memiliki daya angkut delapan anggota -- akan diubah menjadi DPA. Semangatnya, lembaga ini dapat menjadi kapal besar untuk menampung jumlah anggota yang tak dibatasi, tergantung kebutuhan (semau-maunya) presiden.
Sebelumnya, DPR juga menggodok revisi UU Kementerian Negara. Poin utamanya? Menghapus batas maksimal 34 kementerian, memberi presiden hak prerogatif untuk menentukan jumlah menteri yang dibutuhkan, yang gelagatnya akan menjadi jumbo, bongsor, dan boros.
DPR -- yang terkesan sedang menjadi tukang stempel kepentingan penguasa -- juga memberikan keleluasaan bahwa penentuan jumlah kementerian dan anggota DPA diserahkan sepenuhnya kepada presiden terpilih, tentu dengan mempertimbangkan efektivitas dan anggaran pemerintahan. Namun, apakah ini benar-benar tentang efektivitas, ataukah ini cara halus untuk memastikan setiap kepentingan politik mendapatkan bagian dari kue kekuasaan?
Sebagai rakyat, tercium aroma bau amis. Skenario kabinet jumbo tidak bakal cukup menampung gerbong besar para pendukung Prabowo-Gibran sebagai presiden-wapres terpilih pada Pilpres 2024 yang paling kontroversial dalam sejarah pemilu di Indonesia. Kapal besar DPA agaknya diperlukan untuk mewadahi mereka.
Ada pula barisan "anasir oposan". Mereka harus diredam melalui agi-bagi kue kekuasaan, dan misa jadi salah satunya dikandangkan di DPA. Tentu, agar mereka tidak menjadi duri dalam daging bagi roda kekuasan Prabowo-Gibran -- yang tingkat legitimasinya rentan digoyang.
Menjadi Teater Politik
Menyaksikan DPR tiba-tiba menyisir undang-undang yang diputus Mahkamah Konstitusi (MK) untuk ditindaklanjuti, dan kemudian menghadirkan usulan RUU inisiatif DPR tentang perubahan UU Kementerian Negara, kita seakan diajak menyaksikan pertunjukan teater politik. Dalam teater ini, peran-peran dimainkan dengan sangat cerdik, menggambarkan bahwa dalam politik, segala sesuatu mungkin terjadi, termasuk revisi undang-undang yang tiba-tiba menjadi prioritas.
Dalam revisi ini, DPA tidak hanya menjadi lembaga penasihat, tetapi juga simbol dari kebangkitan politik masa lalu yang megah. Dan dengan jumlah menteri yang tak dibatasi, presiden baru memiliki kebebasan untuk membentuk kabinet sesuai keinginan, menciptakan kabinet yang mungkin lebih besar dari sebelumnya.
Revival DPA dan revisi UU Kementerian Negara menggambarkan wajah politik Indonesia yang penuh dengan ironi. Di satu sisi, ini adalah upaya untuk memberikan keleluasaan kepada presiden dalam menjalankan pemerintahan. Di sisi lain, ini adalah cermin dari kompleksitas kepentingan politik yang harus diakomodasi.
Bagaimana pun, mari kita saksikan babak berikutnya dari drama politik ini, dengan segala kemegahan dan satir yang menyertainya. Rakyat di tribun penonton hanya berharap bahwa keputusan-keputusan para "pemain kekuasaan" di arena pertarungan politik benar-benar untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Bukan sekadar kepentingan politik kaum oligopolis semata!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar