terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

UKT, Reposisi Pendidikan Tinggi, dan Peran Perguruan Tinggi Swasta - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
UKT, Reposisi Pendidikan Tinggi, dan Peran Perguruan Tinggi Swasta
Jun 3rd 2024, 09:24, by Yudhi Hertanto, Yudhi Hertanto

Ilustrasi mahasiswa ujian. Foto: exam student/Shutterstock
Ilustrasi mahasiswa ujian. Foto: exam student/Shutterstock

Batal! Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), akhirnya dibatalkan, setelah didesak berbagai pihak, serta menuai banyak polemik. Solusi temporer telah diambil, namun perlu strategi yang utuh untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan pendidikan tinggi, yang dikategorikan "tersier" bersifat fakultatif dan bukan keharusan.

Pada bagian tersebut, penjelasan pejabat di Kementerian Pendidikan, menandakan keterbatasan kosakata dan sempitnya logika.

Benar bahwa pendidikan wajib, yang diatur dalam kerangka regulasi meliputi tingkat dasar dan menengah. Tetapi mengabaikan pendidikan tinggi sebagai indikator penting dari kualitas sumberdaya manusia, juga merupakan kesalahan.

Pertambahan signifikan dari jumlah peserta didik pada pendidikan tinggi, akan dapat menjadi motor pertumbuhan, sekaligus sebagai sarana mobilitas sosial ekonomi.

Pertanyaan pentingnya, bukankah tujuan dari kehidupan bernegara, salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa? Bila memungkinkan, justru sebaiknya pendidikan tinggi diwajibkan. Pangkal soalnya adalah keterbatasan anggaran, tetapi kemudian secara ironi publik melihat maraknya kasus korupsi.

Komersialisasi kemudian seolah menjadi formula respons, dari kemandirian kampus PTN untuk mengatur diri sendiri. Tidak ada pilihan lain, diambil langkah praktis, sebab mencari sumber pendanaan baru juga terbilang tidak mudah, sangat pragmatis tinggal menambah beban biaya kuliah mahasiswa, selesai.

Keputusan menaikkan UKT, sesungguhnya bertentangan dengan suasana psikologis publik. Kenaikan harga bahan pokok kehidupan masyarakat telah menekan daya beli. Sebagian kalangan menyebut, UKT adalah konsekuensi dari pelaksanaan aturan UU no 12/ 2012 tentang perguruan tinggi.

Pokok perkaranya, kerap kali undang-undang berbeda dengan amanat hati nurani masyarakat. Betapa banyak produk legislasi, yang justru menjauh dari rasa keadilan bagi kepentingan publik. Jadi perlu tinjauan kembali mengenai dasar regulasinya.

Kekagetan petinggi negeri menyoal jumlah lulusan S2 dan S3 dibanding negara tetangga, sesungguhnya menjadi sebuah tampilan panggung depan, terlihat sebagai formalitas. Meski kemudian dibatalkan kenaikan UKT, hal tersebut tidak menghilangkan potensi perulangan kejadian di masa depan.

Kondisi ini diperparah dengan pernyataan beberapa pihak, yang mengembuskan soal tidak pentingnya ijazah. Belum lagi dalam realita kehidupan sosial, para petinggi politik yang tidak memiliki kompetensi akademik, mendapatkan berbagai gelar kehormatan, bisa jadi merupakan hasil transaksional.

Peran Swasta

Dalam kondisi keterbatasan itu, kontribusi dan peran serta swasta menjadi bagian penyeimbang. Seringkali komersialisasi pendidikan disebut bila menimbang keberadaan sektor swasta. Padahal secara dominan jumlah mahasiswa nasional terserap di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) kecil menengah.

Kampus swasta gurem yang sering dianggap anak tiri, tanpa subsidi dan mandiri itu sesungguhnya menjadi elemen penting upaya pencerdasan bangsa. PTS, menjangkau lapisan yang tidak berdaya dalam hal kemampuan ekonomi, mengusahakan pendidikan tinggi dengan harga terjangkau.

Sebagaimana Ivan Illich dalam Deschooling Society, 1971, keberadaan sekolah harus membuka ruang akses bagi seluruh pihak untuk mampu belajar dan mendapatkan pendidikan bagi kemanusiaan. Di sana kelompok swasta secara swadaya memainkan peran, PTS kelas UMKM itu menjadi vital dan signifikan.

Proporsi sederhana tentang perguruan tinggi, perlu ditimbang ulang. Fungsi PTN ditempatkan sebagai pusat keunggulan, menjadi role model dari pendidikan tinggi yang bersaing di tingkat dunia, dengan bantuan alokasi subsidi. Dengan begitu talenta berbakat seluruh negeri diseleksi, prioritasnya kemampuan akademik, bukan sekadar berdasarkan ability to pay.

Sementara itu, lapisan dari kelompok yang ingin mengenyam pendidikan tinggi dengan kapasitas keuangan yang cukup dapat diserap oleh PTS, dengan begitu sekaligus menghidupkan keberlangsungan dan eksistensinya.

Selama ini PTN dan PTS berada di ruang persaingan yang sama, saling bersaing layaknya free fight, padahal semestinya berbeda. Lagi-lagi, pilihan kebijakan yang diambil sangat bergantung kelihaian pemegang keputusan, dengan menimbang secara luas hajat publik.

Seperti pernah disebut Bung Hatta, kekuatan terbesar bangsa ini akan terletak pada sumber daya manusianya sebagai subjek pembangunan.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: