terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

Inflasi 2024 Terendah Sepanjang Sejarah Disebut Terjadi karena Daya Beli Turun - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Inflasi 2024 Terendah Sepanjang Sejarah Disebut Terjadi karena Daya Beli Turun
Jan 4th 2025, 14:42, by Muhammad Darisman, kumparanBISNIS

Sejumlah pedagang menawarkan dagangannya kepada pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (4/1/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sejumlah pedagang menawarkan dagangannya kepada pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (4/1/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Rendahnya angka inflasi dinilai terjadi karena daya beli masyarakat menurun.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang 2024 sebesar 1,57 persen. Angka ini merupakan yang terendah dalam sejarah perhitungan inflasi di Indonesia.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, melihat kondisi ini tidak berkaitan dengan keberhasilan pemerintah mengendalikan komponen pendukung inflasi.

"Bukan hasil pengendalian harga oleh pemerintah, tapi daya beli masyarakat yang melemah," kata Nailul kepada kumparan, Sabtu (4/1).

"Inflasi yang berada di angka 1,57 persen ini akibat kebijakan kenaikan harga BBM dan tarif PPN di tahun 2022. Ketika itu, inflasi cukup tinggi di atas 5 persen," terangnya.

Hal ini menyebabkan terjadinya deflasi berturut-turut karena daya beli melemah. Sebab rata-rata kenaikan pendapatan hanya sebesar 1,5 persen, sehingga menyebabkan terganggunya daya beli masyarakat.

Dia juga menyoroti permintaan domestik pada Desember 2024 tidak menggeliat seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal biasanya Desember disebut sebagai peak season bagi sektor usaha.

Salah satu penyebab permintaan domestik yang tidak tumbuh seperti biasanya adalah isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

"Isu tarif PPN 12 persen menjadi faktor inflasi, dari harga-harga barang yang meningkat karena expected inflation yang membuat masyarakat menahan permintaan," imbuhnya.

Nailul menjelaskan, ada dua penyebab inflasi. Pertama dari sisi cost atau biaya (cost push inflation). Hal ini terjadi ketika ada biaya meningkat maka akan terjadi kenaikan harga barang-barang yang berimbas buruk pada daya beli dalam bulan-bulan berikutnya.

Kedua dari sisi permintaan atau demand (demand pull inflation). Inflasi ini terjadi ketika permintaan meningkat yang disebabkan oleh kenaikan pendapatan.

"Contohnya inflasi ketika lebaran yang disebabkan adanya THR. Inflasi dari demand kita maknai sebagai daya beli masyarakat yang terdorong oleh perekonomian. Gaji naik, pendapatan naik, ekonomi berputar lebih cepat, ini bisa menaikkan demand pull inflation," terangnya.

Senada dengan Nailul, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, juga melihat rendahnya tingkat inflasi pada 2024 itu disebabkan karena permintaan domestik yang melemah.

"Inflasi yang rendah ini walaupun ada pengaruh juga dari supply tapi lebih banyak menurut saya dipengaruhi karena pelemahan dari sisi permintaan domestik di 2024 ini," kata Faisal kepada kumparan, Sabtu (4/1).

Pemerintah perlu memperkuat permintaan domestik untuk memperkuat daya beli pada tahun 2025. Langkah tersebut bisa menggerakkan sektor produksi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sehingga menurut dia, tidak selamanya inflasi dalam posisi yang rendah itu adalah kabar baik bagi sebuah negara. "Tidak sepenuhnya inflasi yang rendah ini baik, dalam konteks ini justru banyak catatan yang kurang baik," tuturnya.

Terlebih inflasi tahunan 2024 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahunan pada masa pandemi COVID-19. "Secara tahunan, tidak lebih tinggi dibandingkan pada masa pandemi di 2020 dan 2021 pada saat itu inflasi setahunan 1,67 (persen) dan 2021 itu 1,87 (persen)," terangnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: