terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Komisi XI DPR Bakal Panggil DJP Imbas Rencana Toko Online Bakal Kena Pajak - my blog
Puteri Komarudin, anggota DPR Komisi XI dari Golkar. Foto: Instagram/@puterikomarudin
Rencana pemerintah memberlakukan kewajiban pemotongan pajak bagi penjual di platform e-commerce mendapat sorotan dari Komisi XI DPR RI.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin, mengaku Komisi XI akan memanggil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam waktu dekat untuk meminta penjelasan terkait aturan tersebut.
"Sampai saat ini, kami belum menerima rancangan peraturan teknis ini. Dalam waktu dekat, kami juga akan mengagendakan Rapat Dengar Pendapat bersama DJP. Sehingga, hal ini menjadi momentum yang tepat untuk mengawasi rencana tersebut," ujar Puteri kepada kumparan, Kamis (26/6).
Meski begitu, Puteri enggan memberi tahu detail tanggal kapan bakal memanggil DJP. Puteri menjelaskan, pada dasarnya kebijakan ini merupakan amanat dari Pasal 2 Angka 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dia mengungkapkan mekanisme rencana pengenaan pajak toko online ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menerapkan skema serupa pada exchanger aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022 dan pada fintech peer-to-peer (P2P) lending lewat PMK 69/2022.
"Dan, sekarang pemerintah sedang mempersiapkan penunjukan untuk platform e-commerce. Tentunya, rencana ini perlu kita kawal bersama," kata Puteri.
Lebih lanjut, Puteri menilai kebijakan ini memiliki tujuan untuk menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha daring (online) dan luring (offline). Namun, politisi Golkar itu mengingatkan agar pemerintah tetap memperhatikan kepentingan pedagang kecil.
"Artinya, tetap harus ada keberpihakan bagi pedagang kecil yang jualan secara online. Karenanya, DJP perlu hati-hati dalam menetapkan batasan omzet yang akan menjadi basis pengenaan pajak," tuturnya.
Dari sisi pengawasan, Puteri memastikan Komisi XI akan memaksimalkan fungsi kontrolnya agar pelaksanaan kebijakan ini tidak disalahgunakan oleh platform.
Selain itu, Puteri menilai pendampingan bagi UMKM selama masa transisi sangat penting agar mereka memahami kewajiban perpajakan yang baru.
"Untuk itu, sebaiknya memang rencana ini dilaksanakan secara bertahap dan dievaluasi secara berkala. Dengan demikian, rencana ini tidak menimbulkan disrupsi terhadap pertumbuhan ekonomi digital," pungkas Puteri.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia tengah memfinalisasi aturan baru yang akan mewajibkan platform e-commerce atau marketplace untuk memotong pajak dari pendapatan para penjual. Kebijakan ini diambil untuk menyederhanakan administrasi perpajakan serta menciptakan perlakuan yang setara antara pelaku toko online.
"Prinsip utamanya adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku usaha UMKM online dan UMKM offline," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rosmauli kepada wartawan, dikutip Kamis (26/6).
Menurut Rosmauli, saat ini ketentuan tersebut masih dalam tahap penyusunan akhir. Pemerintah akan menyampaikan isi aturan secara terbuka setelah resmi diterbitkan.
Kebijakan ini ditargetkan dapat diumumkan paling cepat bulan depan. Selain untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan tersebut juga dirancang agar menciptakan kesetaraan perlakuan antara toko fisik dan penjual di platform digital.
Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak langsung pada berbagai pemain besar e-commerce seperti TikTok Shop, Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, dan Bukalapak.
Meski demikian, ini bukan kali pertama pemerintah mencoba skema serupa. Pada 2018, sempat diterbitkan aturan tentang pemungutan pajak oleh marketplace, namun dicabut dalam waktu singkat akibat resistensi dari industri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar