terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
ICW: Publik Tak Bisa Dibodohi, Jelas Revisi UU Pilkada Untungkan Dinasti Jokowi - my blog
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar pembahasan revisi UU Pilkada di DPR RI segera dihentikan. Sebab, RUU Pilkada ini disebut untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pembahasan revisi UU Pilkada yang diduga bermaksud menganulir putusan MK: Menguntungkan individu atau kelompok tertentu adalah bentuk korupsi kebijakan. Pembahasan di DPR harus segera dihentikan," kata Egi Primayogha selaku Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Kamis (22/8).
"Publik tidak bisa dibodoh-bodohi, sudah jelas bahwa revisi bertujuan untuk menguntungkan dinasti Jokowi dan kroninya. Publik layak marah terhadap Jokowi sebagai aktor utama revisi UU Pilkada di DPR," sambungnya.
Egi mengingatkan publik bahwa bukan kali ini saja kebijakan macam ini terjadi. "Publik jangan lupa daftar panjang keculasan Jokowi, mulai dari penghancuran KPK hingga kecurangan pemilu 2024," kata Egi.
Seputar RUU Pilkada
Sebelumnya, Baleg menyepakati bahwa RUU Pilkada tetap mengacu pada putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diketok MA pada 29 Mei 2024. Putusan menyatakan bahwa syarat minimum kepala daerah dihitung ketika pelantikan.
Aturan ini dikaitkan dengan pencalonan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk maju pilgub. Sebab umurnya akan cukup sebagai syarat maju pemilihan gubernur apabila 30 tahun ketika dilantik.
Padahal, ada pertimbangan MK yang menyatakan bahwa syarat tersebut berlaku pada saat pencalonan. MK bahkan menegaskan bahwa pertimbangan itu mengikat. Namun Baleg DPR lebih memilih untuk merujuk pada putusan MA.
Sementara terkait ambang batas parpol mencalonkan kepala daerah, DPR kemudian kembali 'menghidupkan' pasal yang sudah diubah MK.
RUU Pilkada yang disepakati DPR diatur bahwa ketentuan parpol yang mempunyai kursi DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah adalah paling sedikit 20% dari kursi DPRD atau 25% dari suara sah pileg di daerah yang bersangkutan. Sementara bagi parpol yang tidak memiliki kursi DPRD mengacu berdasarkan suara sah di daerah tersebut.
Padahal, MK sudah menganulir soal ketentuan yang mengacu pada kursi DPRD. Sehingga yang diberlakukan oleh MK adalah berdasarkan suara sah di daerah terkait.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar