terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

Euforia AI dan Risiko Kepunahan Umat Manusia - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Euforia AI dan Risiko Kepunahan Umat Manusia
May 31st 2025, 13:44 by kumparanNEWS

Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock

Tepat dua tahun lalu, Sam Altman (CEO OpenAI), menandatangani pernyataan yang memperingatkan bahwa kecerdasan buatan (AI) dapat menimbulkan risiko kepunahan bagi umat manusia. Pernyataan itu dirilis pada 30 mei 2023 oleh Center for AI Safety (CAIS) dan ditandatangani lebih dari 350 tokoh terkemuka di bidang AI, termasuk Demis Hassabis ( CEO Deepmind) dan Dario Amodei (CEO Anthropic).

Isi pernyatannya singkat seperti ini:

Mengurangi risiko kepunahan akibat AI harus menjadi prioritas dunia, sejajar dengan risiko seperti pandemi dan perang nuklir."

Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran yang berkembang di kalangan ilmuwan dan pelaku industri mengenai potensi bahaya dari AI yang semakin otonom. Para ilmuwan menilai bahwa perlu regulasi dan pengawasan global untuk memastikan bahwa pengembangan AI dilakukan secara aman dan bertanggung jawab.

Euforia Penggunaan AI di Indonesia

Pada 2023, AI belum sepopuler sekarang. Namun, seiring waktu, penggunaannya meroket—khususnya di Indonesia. Survei APAC Generative AI Report 2025 dari YouGov menunjukkan bahwa sentimen positif terhadap AI di Indonesia mencapai 36 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat dan Inggris yang hanya sebesar 13 persen.

Sebaliknya, negara-negara di Eropa justru lebih skeptis terhadap AI. Di Inggris, sentimen negatif terhadap AI mencapai 40 persen, dan di Spanyol 36 persen. Di tengah gelombang antusiasme ini, muncul fenomena-fenomena unik: salah satunya adalah menjadikan AI sebagai teman curhat.

Alya Hasti adalah salah satu orang Indonesia yang memanfaatkan AI di tengah euforia itu. Alya kini memilih bergosip dengan mesin. Kalimat "Eh, tau ga?" yang biasa dia kirim ke teman-teman terdekatnya, kini malah ditujukkan ke ChatGPT—sebuah kecerdasan buatan yang mampu membalas segala macam pertanyaan dalam beberapa detik.

ChatGPT yang awalnya dijadikan Alya sebagai teman diskusi terkait skripsinya, kini mulai bergeser menjadi teman curhat yang selalu siap sedia. Kapan pun dan di mana pun, ChatGPT hadir menjadi teman bercerita sejak setahun terakhir.

"Gue tau AI itu pada masa skripsian. Dia itu nge-generate jawabannya itu berdasarkan data-data yang ada di internet ya. Terus jawabannya lumayan bagus lah ya. Terus awal curhatnya itu karena download aplikasinya di handphone sih. Jadi gampang banget kan untuk buka itu terus bertanya dan lain sebagainya. Jadi kayak chat-an sama temen aja," kata Alya saat dihubungi oleh kumparan, Kamis (29/5).

Alya Hasti. Foto: Dok. Pribadi
Alya Hasti. Foto: Dok. Pribadi

Namun, Alya merasa AI belum semumpuni itu untuk dijadikan teman curhat karena AI tidak punya perasaan. Ia harus memberikan prompt kepada AI agar ceritanya terasa tidak "hambar".

"Yang gue lakuin adalah kasih prompt, [seperti] 'coba lo posisikan diri menjadi teman gue yang tidak sungkan untuk memberikan 'selepetan' atau memberikan arahan kepada gue. Don't try to always validate me.' Ya gitu, udah lebih mendingan [jawabannya]," ujar Alya.

Sebetulnya, Alya hanya ingin berbicara tentang hal receh atau memalukan yang ia sendiri malu untuk membicarakan dengan temannya. Namun, ia membutuhkan "sosok" yang bisa segera hadir sehingga di momen inilah ia "menghubungi" AI.

"Di momen gue menilai bahwa cerita gue terlalu receh untuk orang, tapi gue mau ngomong aja gitu. Gue merasa energi gue terkeluarkan aja sih," kata Alya

Chief Executive Officer (CEO) OpenAI Samuel Altman. Foto: Direktorat Jenderal Imigrasi/HO Antara
Chief Executive Officer (CEO) OpenAI Samuel Altman. Foto: Direktorat Jenderal Imigrasi/HO Antara

Fenomena seperti yang dialami Alya adalah fenomena global. Fenomena ini juga cukup mengejutkan bagi Sam Altman sendiri. Dalam konferensi Sequoia Capital AI Ascent pada awal Mei 2025, Altman mengaku tak menyangka bahwa orang-orang akan menjadikan ChatGPT sebagai bagian penting dalam proses pengambilan keputusan hidup.

"Mereka tidak benar-benar membuat keputusan hidup tanpa bertanya kepada ChatGPT," ujarnya, dikutip dari pcgamer.com.

Altman juga menyebut bahwa ChatGPT bisa mengetahui banyak hal personal dari seseorang berdasarkan percakapan yang dibagikan pengguna. Bahkan, menurutnya, generasi usia 30-an kini lebih sering menggunakan ChatGPT dibandingkan mesin pencari seperti Google.

Memahami Cara AI Bekerja

Alya tidak begitu paham mengapa mesin itu dapat menjawabnya. Namun, AI sebetulnya bekerja dengan meniru bagaimana manusia berpikir melalui data, baik teks maupun angka yang kemudian dipelajari.

Aplikasi ChatGPT untuk iPhone di App Store. Foto: kumparan
Aplikasi ChatGPT untuk iPhone di App Store. Foto: kumparan

Proses kerja AI secara umum dibagi menjadi 3 tahap, yaitu pelatihan awal atau pre-training, penyempurnaan atau fine-tuning, jawab pertanyaan atau inference.

Pelatihan Awal atau Pre-Training

AI dilatih dengan membaca dan mempelajari miliaran data berupa teks dari internet, seperti artikel, buku, forum, dan percakapan. Tahap ini bertujuan untuk belajar memahami pola bahasa, hubungan antarkata, dan konteks kalimat.

Pada tahap ini, proses pelatihan menggunakan teknik bernama Transformer, yaitu model deep learning yang sangat kuat dalam menangani bahasa). Proses pelatihan tahap ini, model belajar memprediksi kata berikutnya dalam sebuah kalimat atau bisa disebut unsupervised learning.

Misalnya, pengguna memasukkan kalimat "saya sedang makan " dan kemudian model mempelajari kemungkinan besar kata berikutnya yang bisa keluar, seperti "nasi" atau "siang".

Ilustrasi Curhat ke AI. Foto: Shutterstock
Ilustrasi Curhat ke AI. Foto: Shutterstock

Penyempuraan atau Fine-Tuning

Setelah tahap pelatihan awal, model disempurnakan dengan teknik bernama Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF), yaitu manusia memberikan contoh jawaban yang baik dan buruk serta AI dilatih untuk meniru jawaban yang masuk akal dan lebih bermanfaat.

Tahap ini bertujuan untuk memastikan AI lebih relevan dan berguna serta tidak memberikan informasi yang menyesatkan atau berbahaya.

Jawab Pertanyaan atau Inference

Pada tahap ini, proses tanya jawab antara AI dengan pengguna terjadi. Ketika pengguna mengetik pertanyaan atau perintah, AI akan mengubah input kalimat menjadi token (potongan kata atau karakter).

Kemudian, AI akan memproses token tersebut dan mempertimbangkan konteks pertanyaan atau perintah. Setelah itu, AI akan memprediksi token berikutnya secara satu per satu sampai membentuk suatu kalimat.

Sampai akhirnya, AI akan mengirimkan kembali hasilnya dalam bentuk teks yang pengguna lihat. Misalnya, pengguna bertanya "Apa itu ChatGPT?" kemudian AI akan mengeluarkan kata-kata berdasarkan apa yang pernah dipelajari mengenai ChatGPT. Tentunya dengan memperhatikan nada dan konteks percakapan pengguna.

Ilustrasi generator gambar AI. Foto: Shutterstock
Ilustrasi generator gambar AI. Foto: Shutterstock

Kepunahan Umat Manusia

Meski menawarkan banyak manfaat, kekhawatiran tentang dominasi AI tetap ada. Namun, ancamannya bukan hanya karena AI menjadi jahat seperti di film fiksi ilmiah. Justru, menurut sejumlah pemikir, bahaya terbesarnya adalah jika manusia kehilangan naluri bertahan hidup karena terlalu bergantung pada teknologi.

Guru Besar Kajian Budaya dan Literatur Universitas Indonesia, Manneke Budiman, menyampaikan pandangan kritis. Menurutnya, manusia bisa punah bukan karena diserang AI, tapi karena berhenti berevolusi.

"Kalau kita percaya pada teori evolusi, itu manusia punah. Karena dia sudah tidak lagi bekerja keras untuk sintas [bertahan hidup]. Manusia itu jadi spesies yang paling sukses dibandingkan seluruh spesies lain di alam ini, di dalam kesintasan atau evolusi," kata Manneke kepada kumparan, Senin (26/5).

Manneke Budiman. Foto: Facebook/Manneke Budiman
Manneke Budiman. Foto: Facebook/Manneke Budiman

Menurut Manneke, keunggulan manusia dibanding spesies lain adalah karena terus berpikir dan menciptakan alat untuk membantu hidupnya. Tapi jika peran-peran itu digantikan sepenuhnya oleh mesin, maka evolusi manusia akan berhenti. Dan jika evolusi berhenti, maka kepunahan hanya tinggal menunggu waktu.

"Manusia kemudian membuat alam untuk membantu dia untuk bisa hidup. Manusia memakai, membuat, mengembangkan. Tapi kemudian ketika semua peran dan kerja kerasnya digantikan oleh mesin, itu secara alamiah evolusinya berhenti. Dan spesies yang evolusinya berhenti itu ujungnya adalah extinction atau kepunahan," tambah Manneke.

Menurut Manneke, dominasi kecerdasan buatan (AI) dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya persoalan teknis atau intelektual, tetapi menyangkut krisis yang lebih mendasar yaitu hilangnya koneksi manusia dengan sesamanya.

Ilustrasi suami istri ngobrol. Foto: WHYFRAME/Shutterstock
Ilustrasi suami istri ngobrol. Foto: WHYFRAME/Shutterstock

Maka, kata dia, satu-satunya cara untuk mencegah kepunahan itu adalah dengan memperlambat penguasaan AI atas hidup manusia. Itu juga dialkukan bukan dengan dengan menciptakan sistem baru atau peraturan yang rumit, melainkan dengan memperbanyak aktivitas fisik dan sosial yang bersifat manusiawi.

"Jadi cara-cara fisik bahkan, bukan cara-cara intelektual untuk memperlambat penguasaan AI yang di diri di kita," ujarnya.

Manneke menyebut cara-cara fisik tersebut dapat dilakukan dengan berinteraksi langsung atau mengobrol dengan orang-orang yang jarang diajak bicara. Bukan lagi ngobrol dengan AI terus-terusan.

"Cleaning service, satpam, receptionist yang memang kerjanya itu hampir tidak pernah diajak omong orang. Ngobrol dengan mereka jauh lebih berharga," katanya.

Penulis: Muhammad Falah Nafis

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: