terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Kisah Ben Ibrahim-Ujang Iskandar: Gagal di Pilgub Kalteng, Sama-sama Dibui - my blog
Jul 27th 2024, 08:48, by Tim kumparan, kumparanNEWS
Pada 2020, Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan Anggota Komisi II DPR Ujang Iskandar berniat maju Pilgub Kalimantan Tengah. Di 2024, kini keduanya sama-sama terjerat korupsi hingga masuk jeruji besi.
Ben dan Ujang saat itu maju dengan dukungan Gerindra, Hanura, Demokrat, hingga PKPI. Mereka mendapat nomor urut 01 dengan melawan Pasangan Nomor Urut 2 Sugianto Sabran-Edy Pratowo.
Ben-Ujang kalah. Mereka hanya mendapatkan 502.800 suara atau 48,40 persen suara, sementara Sugianto-Edy memperoleh 536.128 suara atau 51,60 persen.
"Perolehan suara kedua paslon tersebut selisih sebanyak 33.328 suara atau 3,20 persen dari total suara sah sebanyak 1.038.928 suara," ujar Anggota KPU Divisi Teknis Penyelenggara, Sastriadi.
Ternyata di balik kekalahan ini ada aroma tak sedap.
2023, Ben Divonis Korupsi
Ben Brahmi terjerat kasus korupsi. Ia diduga menggunakan uang hasil korupsi senilai Rp 8,7 miliar untuk berbagai kepentingan. Termasuk untuk pendanaan untuk maju pencalonan Gubernur Kalimantan Tengah hingga membayar lembaga survei nasional.
Uang tersebut diduga diperoleh Ben dari hasil pemotongan anggaran dari sejumlah SKPD Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah. Selain pungutan melawan hukum itu, Bupati Kapuas dua periode itu, 2013-2023, juga diduga menerima uang dari pihak swasta terkait izin perkebunan. Namun KPK belum membeberkan pihak swasta yang dimaksud.
Pungutan uang Ben tersebut dilakukan dengan dibantu istrinya, Ary Egahni, yang juga merupakan anggota DPR RI. Ary diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan, antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
Jumlah uang yang diterima Ben dan istrinya dari perbuatan SKPD dan swasta diduga mencapai Rp 8,7 miliar.
"Yang antara lain juga digunakan untuk membayar 2 lembaga survei nasional," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (28/3/2023).
"Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima kemudian digunakan BBSB [Ben Brahim S Bahat] antara lain untuk biaya operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, Pembayaran lembaga survei itu untuk kepentingan Ben kala mengikuti pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah. Termasuk untuk keikutsertaan istrinya dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI tahun 2019," sambung Tanak.
Atas perbuatannya itu, Ben dan istrinya kini resmi menjadi tahanan KPK. Keduanya dijerat Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya, Kalimantan Tengah menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada bekas Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat, beserta istrinya, Ary Egahni, yang diganjar empat tahun penjara atas perkara kasus korupsi yang dilakukannya.
"Mengadili dan menyatakan terdakwa Ben Brahim dan Ary Egahni telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu dan kedua," kata majelis hakim yang diketuai Achmad Peten Sili saat membacakan amar putusannya di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kalimantan Tengah, dikutip dari Antara, Selasa (12/12/23).
Kemudian itu, selain pidana pokok mantan Bupati Kapuas tersebut juga dijatuhkan pidana denda Rp500 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan. Sedangkan Egahni juga didenda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan penjara.
Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp6 miliar lebih, dengan ketentuan selambat-lambatnya setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada kedua terdakwa, yakni berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun semenjak para terdakwa selesai menjalani pidana.
Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut terdakwa Brahim dengan delapan tahun empat bulan penjara dan Egahni dituntut delapan tahun penjara.
2024, Giliran Ujang Ditangkap
Setahun kemudian, giliran Ujang Iskandar yang ditangkap Kejaksaan Agung. Anggota Komisi II DPR dari NasDem ditangkap di Bandara Soekarno Hatta usai pulang dari Vietnam, Jumat (26/7).
Ia ditahan terkait kasus dugaan korupsi pada tahun 2009, ketika Ujang menjabat Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Ujang yang kelahiran Pangkalanbun, 6 Juni 1961, itu merupakan Bupati Kotawaringin Barat selama 2 periode, yaitu 2005-2010 dan 2011-2016.
"Apa kaitan yang bersangkutan (Ujang) dalam masalah ini?" kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kejagung. Harli mengawali penjelasan dengan pertanyaan.
Saat menjadi bupati itu, Ujang secara ex-officio merupakan Komisaris Perusahaan Daerah (PD atau Perusda) Agrotama Mandiri. Perusahaan inilah yang mendapatkan dana penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat.
"Nah, perlu saya sampaikan bahwa dalam perkara ini sebenarnya telah ada dua orang tersangka [kini sudah terpidana] lebih dahulu yaitu atas nama Daniel itu (berasal dari) swasta dan Reza itu Direktur Utama Perusda," kata Harli.
Harli melanjutkan, "Tahun 2016 itu ditangani dan kedua ini (Daniel dan Reza) sudah menjadi terpidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung tahun 2020, ada yang dihukum 5 tahun ada yang dihukum 7 tahun."
"Nah, perlu saya sampaikan bahwa dalam perkara ini sebenarnya telah ada dua orang tersangka [kini sudah terpidana] lebih dahulu yaitu atas nama Daniel itu (berasal dari) swasta dan Reza itu Direktur Utama Perusda," kata Harli.
Harli melanjutkan, "Tahun 2016 itu ditangani dan kedua ini (Daniel dan Reza) sudah menjadi terpidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung tahun 2020, ada yang dihukum 5 tahun ada yang dihukum 7 tahun."
dari pertimbangan putusan Mahkamah Agung, dinyatakan ada keterlibatan yang bersangkutan (Ujang) sebagai komisaris di perusda ini dan juga kapasitasnya sebagai Bupati Kotawaringin Barat terhadap dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal tersebut," ujar Harli.
"Nah, oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah setelah mempelajari, mengkaji, dan melihat posisinya (Ujang), maka tahun 2023 ini dilakukan penyidikan terhadap yang bersangkutan, sekitar bulan September," kata Harli.
"Tetapi media harus pahami bahwa dalam suasana Pemilu maka diberi kesempatan dan setelah itu di tahun 2024 ini penyidikan itu dilanjutkan. Lalu penyidik memanggil yang bersangkutan sebagai saksi untuk dilakukan pemeriksaan, namun yang bersangkutan tidak mengindahkan setelah beberapa kali dipanggil. Sehingga dilakukan monitoring dan diamankan dan sampai pada malam hari ini ditahan," kata Harli.
Berapa uang korupsi di kasus ini? Harli belum menjelaskan secara gamblang. "Nah sebenarnya dari dana penyertaan modal itu, itu Rp 1,5 miliar," ujarnya.
Pasal yang disangkakan ke Ujang adalah Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 KUHP.
Berikut bunyi pasal tersebut:
Pasal 2
1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 55 KUHP
1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan;
Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, atau sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar