terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
Jan 22nd 2025, 15:01, by Fachrul Irwinsyah, kumparanNEWS
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa mayoritas sertifikat hak guna bangunan (HGB) di kawasan laut Tangerang, Banten, diterbitkan pada 2022-2023.
Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian ATR/BPN, sertifikat tersebut diduga cacat prosedur dan material karena berada di luar garis pantai yang merupakan common property.
"Pantai itu adalah common, sesuatu yang disebut dengan common property. Tidak boleh di dalam luar garis pantai itu, menjadi private property. Karena yang namanya pantai adalah common land. Kalau tuh dia bentuknya tanah, apalagi ini bentuknya tidak tanah," ujar Nusron saat konferensi pers di Pos TNI Tanjung Pasir, Tangerang, Rabu (22/1).
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, sertifikat yang berusia kurang dari lima tahun dapat dibatalkan langsung oleh Kementerian ATR/BPN tanpa melalui proses pengadilan.
"Kalau sudah berusia 5 tahun, maka harus proses dan perintah pengadilan. Karena sertifikat tersebut rata-rata terbitnya pada tahun 2022-2023, maka kami menghitung dari hari ini ternyata kurang dari 5 tahun," tegas Nusron.
Kementerian ATR/BPN sedang mencocokkan data sertifikat dengan peta garis pantai dan data geospasial, beberapa sertifikat terbukti berada di luar garis pantai, yang secara hukum tidak dapat disertifikasi karena merupakan kawasan publik.
Sebelumnya, Nusron menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sertifikat, termasuk juru ukur dan pejabat yang menandatangani dokumen, saat ini sedang diperiksa oleh Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP).
Jan 22nd 2025, 14:56, by Abdul Latif, kumparanBISNIS
Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR agar mencantumkan ketentuan yang jelas mengenai perguruan tinggi yang dapat mengelola pertambangan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU tentang Mineral dan Batu Bara.
Perwakilan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syahrial Suandi mengatakan tidak semua perguruan tinggi memiliki prodi studi pertambangan yang tentu saja minim pengetahuan untuk mengelola tambang secara profesional.
Lalu, kata dia, tidak semua perguruan tinggi yang memiliki prodi pertambangan dan geologi mempunyai akreditasi yang baik. Dengan demikian, kemampuan mereka dalam mengelola tambang patut dipertanyakan.
"Ini perlu diperjelas, menurut kami," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) di Jakarta, Rabu.
Saat ini terdapat, di antaranya Pasal 51A yang mengatur mengenai peluang perguruan tinggi mengelola tambang. Pasal 51A ayat (1) yang menyatakan WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
Kemudian, Pasal 51A ayat (2) mengatur soal pertimbangan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) ke perguruan tinggi, salah satunya persyaratan akreditasi perguruan tinggi yang boleh mengelola lahan tambang, yakni paling rendah terakreditasi B.
Lalu, Pasal 51A ayat (3) menyampaikan ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP kepada perguruan tinggi yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah (PP).
"Kami melihat tidak semua perguruan tinggi memiliki kemampuan dan memiliki prodi pertambangan dan geologi. Kalau pun mereka punya prodi pertambangan dan geologi, tidak semuanya memiliki akreditasi terbaik, padahal kita melihat pengelolaan tambang itu suatu kegiatan dari hulu ke hilir, terintegrasi pada semua aspek yang ada," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey mengkritik rencana DPR menyusun Revisi Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Keempat UU No 4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), alias revisi UU Minerba.
Salah satu poin yang Katrin katakan yaitu mengenai usulan perguruan tinggi dan UMKM dapat mengelola tambang. Menurutnya, perguruan tinggi dan UMKM akan kesulitan dalam mengelola tambang nantinya karena minim pengalaman dan pengetahuan, terlebih konflik-konflik yang akan terjadi di sektor pertambangan.
"Perguruan tinggi atau umkm tidak akan mampu meng-handle masalah masalah yang terjadi dan konflik-konflik yang terjadi," kata dia saat Rapat Pleno bersama Baleg dan Ormas di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (22/1).