terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

Ketua IM57: Banyak Tokoh Enggan Daftar Capim jika KPK Masih Dikooptasi Presiden - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Ketua IM57: Banyak Tokoh Enggan Daftar Capim jika KPK Masih Dikooptasi Presiden
Jul 14th 2024, 20:01, by Mirsan Simamora, kumparanNEWS

Ketua IM57+ Institute yang juga eks penyidik KPK Praswad Nugraha. Foto: Dok. Istimewa
Ketua IM57+ Institute yang juga eks penyidik KPK Praswad Nugraha. Foto: Dok. Istimewa

Ketua IM57+ Institute — wadah eks pegawai KPK — Praswad Nugraha mengaku terus mendorong tokoh-tokoh yang dinilai memiliki kapabilitas dan integritas, yang juga memenuhi usia di atas 50 tahun, untuk ikut mendaftarkan diri dalam seleksi calon pimpinan (Capim) KPK.

Namun, kata Pras, masih banyak tokoh yang didorongnya enggan maju dalam seleksi tersebut. Alasan mereka adalah KPK masih di bawah Presiden dan dinilai tidak independen.

"Jadi kita mendatangi tokoh-tokoh yang lebih umurnya dari 50 tahun dan kita WA, kita datangi, kita ajak ngobrol, ajak ngopi datangi rumahnya dan lain-lain … 'abang harus daftar karena sudah di atas 50 tahun'," kata Praswad dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (14/7).

Beberapa tokoh yang dianggap memiliki integritas dan kemampuan mereka dorong mendaftarkan diri. Praswad menyebut nama seperti Alamsyah Saragih dan Gandjar Laksmana Bonaprapta.

Alamsyah sebagai mantan anggota Ombudsman lalu Gandjar selaku dosen Fakultas UII dianggap salah dua dari banyak tokoh yang mampu mengembalikan marwah KPK. Tapi, timpal Praswad, keduanya enggan dan masih pikir-pikir mengenai kondisi KPK di bawah lembaga eksekutif.

"Kabarnya juga mungkin lagi pikir-pikir, ya, ini kayak pertanyaannya Uda Feri 'orang-orang ini mau enggak daftar' karena banyak juga yang membalas: 'selama KPK masih dikooptasi oleh Presiden, di bawah lembaga eksekutif tidak lagi independen … ya, mereka enggan, orang-orang baik ini enggan untuk masuk di dalam lembaga yang diintervensi oleh kekuasaan," lanjut Praswad.

Selain dua nama di atas, IM57 Institute juga mendorong satu nama lain, yakni Sudirman Said. Sosoknya dianggap berani dan memahami kondisi politik kuasa dan penegakan hukum.

Praswad menunjukkan keberanian sepak terjang Sudirman Said lewat kasus 'papa minta saham' Setya Novanto.

"Pak Sudirman Said, beliau punya track record yang baik, beliau juga yang membongkar kasus 'papa minta saham'. Freeport-kongkalikong, ada kesepakatan jahat di belakang akuisisi saham Freeport oleh Setya Novanto … itu Pak Sudirman Said yang kita tahu dan membuat geger Indonesia saat itu," ungkap Praswad.

"Pak Sudirman Said kita lihat lah, pada saat dia jadi menteri — Menteri ESDM — dia berani taruhkan, dan akhirnya konsekuensinya dia kehilangan jabatannya, dia akhirnya diberhentikan," tambah Praswad.

Pada kesempatan sama, pakar hukum tata negara Feri Amsari menyebut kriteria pimpinan KPK, selain integritas dan tak kenal kompromi, juga harus memadai dalam berpikir politik.

Sebab, bagi Feri, pimpinan KPK harus sadar posisi lembaga 'merah putih' adalah strategis. Pimpinan mestinya tak hanya khatam penegakan hukum.

"Aneh juga kalau KPK langkah hukum terus tetapi enggak sadar kondisi politik sedang menjebak mereka. Dan mereka harus betul-betul strategis. saya pikir kita punya banyak calon, problematikanya mendaftarkah mereka?" kata Feri.

Kata Praswad, pimpinan KPK tak boleh diserahkan kepada sosok yang jadi kaki-tangan kekuasaan untuk jadi alat 'perang' atau intervensi kekuasaan.

"Kalau kasus dimulai itu karena ada intervensi politik, lalu kemudian kasus diberhentikan karena intervensi politik, kiamat lah masa depan pemberantasan korupsi kita," kata Praswad.

"Penegak hukum tak boleh turun di gelanggang politik, begitu juga gelanggang enggak boleh turun ke penegakan hukum," imbuhnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: