terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
Masyarakat Sipil yang terdiri dari Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW), mengajukan gugatan terhadap ditiadakannya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam UU ASN ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka mengajukan uji materi Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Berikut bunyi aturan yang dimaksud:
Pasal 26 ayat (2):
Untuk menyelenggarakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada kementerian dan/atau lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang: …. d. pengawasan penerapan Sistem Merit.
Pasal 70 ayat (3)
Komisi Aparatur Sipil Negara yang ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini, tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dengan ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini.
Dengan demikian, UU ASN yang baru telah menghapus KASN yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014.
Dikutip dari laman MK, sidang gugatan perkara nomor 121/PUU-XXII/2024 ini telah berlangsung beberapa kali. Dalam gugatan itu, Perludem merupakan Pemohon I. Sementara, Komite Pemantauan Pelaksaan Otonomi Daerah dan ICW masing-masing sebagai Pemohon II dan Pemohon III.
Dalam sidang pendahuluan yang digelar pada Kamis (19/9) lalu, para Pemohon lewat kuasa hukumnya menyampaikan dalil permohonannya.
Pemohon I menilai dengan dihilangkannya pengawasan sistem merit, asas, dan kode etik serta kode perilaku ASN telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal itu lantaran telah menghilangkan pengawasan independen atas netralitas penyelenggaraan Pilkada serentak 2024.
"Pemohon I melihat urgensi ini karena berdampak pada lemahnya sistem birokrasi yang profesional, berintegritas, dan memegang prinsip meritokrasi demi terwujudnya pemerintahan yang baik, profesional, terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," ujar kuasa hukum Pemohon, Shaleh Al Ghifari, dalam persidangan di MK.
Pemohon I menilai bahwa sebagai organisasi yang peduli terhadap demokrasi dan reformasi birokrasi dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia, termasuk untuk menghasilkan pemilihan umum yang bersih dan adil, memiliki kepentingan langsung dengan keberadaan pasal-pasal yang digugat.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Pemohon II dalam gugatan tersebut. Menurutnya, pasal tersebut berpotensi berdampak pada terganggunya penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah yang bebas dan adil.
Pemohon II menilai, dengan tidak adanya sistem pengawasan yang independen, ASN dapat dengan mudah dimobilisasi untuk kepentingan partisan pemilihan umum.
"Oleh sebab itu, tindakan pelanggaran atas hal-hal demikian haruslah segera dicegah, ditanggulangi, dan ditindak dengan bijak," terang Shaleh.
ICW selaku Pemohon III juga menilai dengan dihapusnya pengawasan sistem merit, asas serta kode etik dan kode perilaku ASN dan dihilangkannya pengawasan independen atas netralitas ASN, akan berdampak pada dilanggengkannya praktik mobilisasi partisan ASN.
"Tujuannya tak lain untuk kepentingan politis yang berujung pada rekrutmen dan promosi ataupun demosi yang politically-motivated," jelas Shaleh.
"Sehingga hal tersebut jauh dari prinsip meritokrasi dan good governance, yang berkaitan langsung dengan tujuan dibentuknya organisasi Pemohon III dan kerja-kerja pokok organisasi dari Pemohon III," paparnya.
Berikut petitum gugatan para Pemohon:
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Menyatakan materi muatan Pasal 26 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, 'Untuk menyelenggarakan kekuasaan' sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 'Presiden mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada kementerian dan/atau lembaga yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang: d. pengawasan penerapan sistem merit, asas nilai dasar, serta kode, etik dan kode perilaku ASN'.
Menyatakan materi muatan Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, 'Komisi Aparatur Sipil Negara tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf d'.
Memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Atau dalam hal Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex a quo ad bono).
Tanggapan DPR dan Pemerintah
MK juga sudah menggelar sidang mendengarkan pendapat para pihak. Baik DPR maupun Pemerintah soal penghapusan KASN ini.
Anggota Komisi III DPR RI M Nasir Djamil mengatakan dihapusnya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) merupakan bagian dari penataan struktur manajemen ASN yang mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Nasir menyebut, tugas dan fungsi yang selama ini ada pada KASN tetap ada, namun dipindahkan ke kementerian atau badan sebagaimana diatur dalam UU ASN.
"Dengan demikian, dihilangkannya keberadaan KASN dalam manajemen ASN berdasarkan Undang-Undang ASN, tidak berarti menghapus tugas dan fungsi yang selama ini diberikan pada KASN, melainkan dipindahkan kepada suatu kementerian atau badan dengan tugas dan fungsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UU ASN," ujar Nasir saat menyampaikan keterangan secara daring, dikutip dari laman resmi MK, Selasa (24/12).
Nasir menegaskan, penghapusan KASN dan pengalihan tugas dan fungsinya ke kementerian, merupakan bagian dari perbaikan sistem birokrasi dan pengaturannya dalam UU ASN merupakan bentuk implementasi ketentuan Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Meskipun ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2014 telah diganti dengan UU ASN dan dihapusnya KASN, ia menekankan pengawasan sistem merit, asas, serta kode etik dan perilaku ASN tetap dilakukan.
Ia menyebut, pengawasan atas netralitas ASN pun tetap dilakukan oleh Pemerintah bahkan dengan melibatkan masyarakat. Nasir juga menekankan bahwa jenis pelanggaran dan sanksi netralitas ASN selama proses penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) terus disosialisasikan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Kekhawatiran para Pemohon atas ketidaknetralan ASN dalam kontestasi pemilihan umum yang pada gilirannya akan menghasilkan ASN yang tidak profesional, tidak berintegritas, dan tidak memegang prinsip meritokrasi, tentunya menjadi hal yang tidak diinginkan," ucap dia.
"Tidak hanya oleh Para Pemohon, namun sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, pengawasan netralitas ASN tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini BKN. Tetapi, juga melalui partisipasi masyarakat untuk menyampaikan laporan apabila ditemukan adanya kegiatan yang mengindikasikan ketidaknetralan ASN dalam pelaksanaan pemilihan umum maupun Pilkada," bebernya.
Nasir menyebut, DPR menyatakan dihapusnya KASN dan pengalihan tugas dan fungsinya ke kementerian jelas bukan merupakan bentuk kemunduran pelaksanaan reformasi birokrasi.
Sebaliknya, hal tersebut merupakan bagian dari upaya percepatan penataan manajemen ASN yang mampu mendukung pelaksanaan program pembangunan nasional menuju Indonesia Emas Tahun 2045 di tengah berbagai tantangan pelaksanaan pembangunan itu sendiri.
"Dengan demikian, apa yang dimohon oleh para Pemohon sudah sewajarnya untuk ditolak karena tidak berdasar menurut hukum dan hanya sekadar bentuk kekhawatiran para Pemohon semata," sambungnya.
Senada, Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Aba Subagja, menyampaikan bahwa usai adanya peralihan tugas dan fungsi KASN, pengawasan dugaan pelanggaran netralitas ASN tetap dilakukan Pemerintah melalui Satgas Netralitas ASN yang telah dibentuk dengan mekanisme yang lebih sederhana yang dijalankan oleh BKN.
"Optimalisasi peran BKN ini membawa dampak positif dengan berkurangnya durasi penanganan dan peningkatan kepatuhan instansi pemerintah terhadap rekomendasi penjatuhan sanksi kepada Pegawai ASN yang diduga melakukan pelanggaran," ucap Aba dalam persidangan di Ruang Sidang MK, dikutip Selasa (24/12).
Adapun satgas tersebut dibentuk sebagai suatu sistem informasi pelaporan proses hukuman disiplin. Aplikasi ini juga terintegrasi dengan Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) dan Sistem Berbagi Terintegrasi (SBT) yang dimiliki oleh BKN.
Aba pun mengeklaim terdapat beberapa dampak positif dengan beralihnya tugas dan fungsi KASN dalam penanganan dugaan pelanggaran netralitas ASN melalui SBT.
Di antaranya, penanganan pengaduan dugaan pelanggaran netralitas pegawai ASN dapat lebih efektif, efisien, dan sistematis; koordinasi Satgas dalam rangka melaksanakan penanganan laporan dugaan pelanggaran netralitas Pegawai ASN; pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap data dan informasi yang bersumber dari SBT secara realtime; dan masyarakat dapat menyampaikan pengaduan pelanggaran netralitas ASN melalui aplikasi SBT.
"Berdasarkan uraian tersebut, Pemerintah beranggapan norma Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) tidak menghilangkan pengawasan independen, khususnya terkait netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada dan tidak menimbulkan kekosongan hukum serta ketidakpastian hukum pengawasan sistem merit, asas, dan kode etik serta kode perilaku ASN," tutur dia.
"Oleh karenanya, seluruh objek permohonan berkesesuaian dan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3)dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar