terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Kalang Kabut Subsidi Energi 2024: Lifting Migas Merosot-BLT Picu Polemik di Ojol - my blog
Dec 28th 2024, 17:00, by Ema Fitriyani, kumparanBISNIS
Sejak awal tahun 2024, pemerintah sudah mewanti-wanti lonjakan realisasi subsidi dan kompensasi energi. Segala manuver penyaluran subsidi energi tepat sasaran belum kunjung diketok, ditambah lagi tren lifting minyak dan gas bumi (migas) yang lesu di tengah pelemahan nilai tukar Rupiah.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sudah memprediksi subsidi energi jebol dari pagu yang sudah ditetapkan dalam APBN 2024. Penyebabnya harga minyak dunia, lifting migas merosot, hingga anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Subsidi energi dalam hal ini diperkirakan akan mengalami kenaikan dengan beberapa parameter perubahan yaitu harga minyak, maupun dari sisi lifting, dan nilai tukar," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (8/7).
Kondisi ini, kata Menkeu, semakin berat sebab pemerintah terus menahan untuk tidak menaikkan harga BBM subsidi dan listrik demi menjaga daya beli masyarakat. Alhasil, APBN harus menanggung selisih harga ke PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) melalui subsidi dan kompensasi.
Pada tahun ini, pemerintah menetapkan target subsidi energi dalam APBN 2024 sebesar Rp 186,9 triliun, dengan rincian Rp 113,3 triliun subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquified Petroleum Gas (LPG), serta Rp 73,6 triliun untuk subsidi listrik.
Sementara itu, Kemenkeu mencatat realisasi penyaluran subsidi dan kompensasi energi hingga November 2024 mencapai Rp 333,6 triliun, terdiri dari subsidi energi sebesar Rp 157,2 triliun dan kompensasi energi Rp 176,4 triliun.
Secara rinci, realisasi penyaluran subsidi dan kompensasi untuk BBM mencapai 15.105,6 ribu kiloliter (KL) atau naik 1,1 persen secara tahunan, LPG 3 kg sebesar 6,727 juta kg atau naik 1,9 persen, dan listrik subsidi kepada 39,7 juta pelanggan atau naik 4,4 persen.
Belum Kunjung Tepat Sasaran
Kekhawatiran lonjakan subsidi dan kompensasi energi juga dikeluhkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Dia mengungkapkan prognosa atau perkiraan realisasi subsidi dan kompensasi energi hingga akhir 2024 bisa mencapai Rp 407 triliun.
Bahlil menjelaskan, prognosa tersebut berdasarkan realisasi subsidi dan kompensasi energi pada kuartal II 2024. Dia mengakui, anggaran negara yang digelontorkan untuk energi ini sangat besar.
"Jadi (prognosa subsidi dan kompensasi energi) di APBN 2024 kita Rp 407 triliun," ungkapnya saat Rapat Kerja Komisi XII DPR, Rabu (13/11).
Dia merinci subsidi dan kompensasi untuk listrik bisa menembus Rp 181,63 triliun. Kemudian, subsidi LPG 3 kg diprediksi mencapai Rp 87 triliun, dan subsidi BBM termasuk minyak tanah diprediksi mencapai Rp 138,5 triliun hingga akhir tahun 2024.
Bahlil juga sempat membeberkan ada potensi uang negara Rp 100 triliun untuk subsidi BBM, listrik, dan LPG tersalurkan tidak tepat sasaran. Angka itu merupakan 20 hingga 30 persen dari total jatah anggaran subsidi BBM, LPG, dan listrik.
"Tapi jujur saya katakan ya kurang lebih sekitar 20 sampai 30 persen subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran. Dan itu gede, angkanya itu kurang lebih Rp 100 triliun," kata Bahlil dalam konferensi pers usai rapat koordinasi di Jakarta Selatan, Minggu (3/11).
Polemik Subsidi Energi Campur BLT
Untuk mengatasi penyaluran yang tidak tepat sasaran, pemerintah mencetuskan ide mengubah skema penyaluran BBM subsidi menjadi campuran antara subsidi barang khusus penerima yang berhak, dan sisanya dialihkan kepada Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Skema itu tengah digodok oleh tim yang dibentuk langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dan diketuai oleh Menteri ESDM. Sementara basis data subsidi energi ini akan mengacu pada data baru yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Bahlil memberi sinyal skema penyaluran subsidi terbaru itu bakal diumumkan Prabowo pada awal tahun 2025 mendatang. Dia menyebut data sudah berprogres 99 persen.
"Nanti kita umumkan 2025. Progresnya sudah 99 persen," ungkap Bahlil kepada wartawan di Kantor Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Jakarta, Kamis (19/12).
Rencana transformasi subsidi energi ini sempat menimbulkan polemik di kalangan ojek online (ojol) dan taksi online, karena disebutkan konsumen yang berlaku hanya UMKM dan kendaraan berpelat kuning.
Setelah ditentang banyak pihak, Bahlil akhirnya memastikan pengemudi ojol masuk dalam kriteria pelaku UMKM sehingga nantinya masih terdaftar sebagai konsumen BBM subsidi.
"Masuk ke UMKM, tinggal kita akan ngecek mereka karena kan mereka kan pelat hitam ya," kata Bahlil di Istana Negara, Jakarta pada Jumat (13/12).
Lifting Migas Belum Bantu Tekan Subsidi
Indonesia yang masih bergantung pada impor migas, terus tertekan nilai tukar Rupiah yang semakin melemah jelang akhir tahun. Terhitung sejak 13 Desember 2024, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS tembus Rp 16.000.
Ketergantungan impor migas setiap tahun menggerus devisa yang tak sedikit atau sekitar Rp 500 triliun per tahun untuk impor bahan bakar. Sebab, kata Bahlil, tren produksi atau lifting migas Indonesia terus menurun.
"Bayangkan, salah satu sumber kebutuhan dolar terbesar itu adalah kita untuk membeli energi," kata Bahlil saat acara Repnas National Conference & Awarding Night, Senin (14/10).
Lesunya lifting migas sampai menjadi sorotan Sri Mulyani dalam beberapa kesempatan. Dia mengatakan, realisasi lifting migas masih jauh dari target asumsi makro APBN 2024.
"Kita masih struggle dengan lifting minyak dan gas yang masih di bawah asumsi APBN yaitu 574 ribu barel per hari (bopd), di bawah 635 ribu barel per hari, dan lifting gas yang hanya 975 ribu dibandingkan 1,033 ribu barel ekuivalen (boepd)," terangnya saat Rapat Kerja Komisi XI DPR, Rabu (13/11).
Berdasarkan catatan kumparan, Indonesia lebih banyak mengimpor BBM daripada minyak mentah, yakni impor minyak mentah kurang lebih 240 ribu barel per hari, sementara impor BBM sekitar 600 ribu barel per hari berasal dari kilang Singapura, Malaysia, dan India.
Beberapa negara pemasok minyak mentah dan produk BBM untuk Indonesia, khususnya kepada PT Pertamina (Persero), yakni di antaranya Saudi Arabia dan Nigeria menjadi pemasok utama.
Sementara untuk produk BBM, negara pemasok utama bagi Indonesia adalah Singapura. Selain itu, Indonesia juga mengimpor BBM dari Malaysia dan India. Lalu sumber utama impor LPG yaitu Timur Tengah dan Amerika Serikat (AS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar