terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Minim Peminat, Profesi Pemintal Benang Tradisional di Tuban Terancam Punah - my blog
Sep 16th 2024, 07:37, by Masruroh, BASRA (Berita Anak Surabaya)
Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur, dikenal sebagai kawasan penghasil tenun gedog. Di sini terdapat pula para pemintal benang tradisional yang keberadaannya masih eksis hingga sekarang. Meski demikian profesi ini terancam punah keberadaannya.
Minimnya peminat membuat profesi turun temurun tersebut terancam punah keberadaannya dari Kecamatan Kerek. Warni, salah satu pemintal benang di kawasan tersebut, mengaku tak ada anak muda di tempatnya yang tertarik memintal benang.
"Sekarang nggak ada anak muda yang mau (memintal benang). Mereka lebih memilih membatik karena penghasilannya lebih besar," ujar perempuan paruh baya ini, saat ditemui Basra disela acara Festival Ekonomi Syariah (FeSyar) 2024 Jawa yang digelar di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, akhir pekan kemarin.
Warni mengungkapkan jika membatik upah yang didapat sekitar Rp 50 ribu per lembar kain. Satu lembar kain batik ini mampu diselesaikan hanya dalam sehari saja. Berbanding jauh dengan memintal benang yang butuh waktu sekitar tiga hari untuk menghasilkan gulungan kecil benang.
"Satu gulung benang, saya dapat Rp 25 ribu untuk benang tidak berwarna. Kalau benang berwarna upahnya Rp 40 ribu. Waktu mengerjakan juga paling cepat tiga hari," imbuh Warni.
Selain upah yang minim, seperti dituturkan Warni, untuk memintal benang juga harus menyediakan bahan baku kapas sendiri. Ini berbeda dengan membatik, yang semua peralatannya sudah disediakan oleh para pemilik kerajinan batik.
"Kalau membatik semua peralatan mulai dari canting sampai kainnya dari juragan (pemilik rumah usaha batik). Kalau mintal benang ya kita sedia bahan bakunya sendiri," terang Warni.
Ketidak tertarikan generasi muda untuk menekuni profesi sebagai pemintal benang juga dialami tiga putri Warni. Meski Warni menjalani profesi tersebut secara turun menurun, namun ketiga putrinya menolak meneruskan profesi sang ibu.
"Anak-anak saya nggak mau (mintal benang). Mereka sekarang jadi pembatik," tukas Warni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar