terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Kisah Tenda Warna Warni Pencari Suaka di Kuningan - my blog
Dia tampak tak bisa berdiri tegak. Jalan ditopang tongkat kayu. Rambutnya yang cepak lebih banyak putih, saru dengan kulitnya yang juga cerah.
Dia mengidap penyakit komplit. Tangannya tak lepas dari punggung, untuk menopang agar tak tumbang. Dia juga menunjuk bagian dadanya. Bicaranya pelan tapi ekspresif. Pria itu adalah Jaffar seorang pengungsi dari Afghanistan.
Jaffar salah satu dari sekitar 20 pengungsi di JL. Setia Budi Selatan, Jakarta Selatan. Mereka membangun tenda di bahu jalan tepat di dekat kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
Para pengungsi itu tinggalkan di tenda berkapasitas 2-3 orang, tanpa listrik, tanpa penerangan, tanpa mandi cuci kakus, apalagi televisi keluarga. Dalam tendanya hanya nampak kasus 'palembang' dan beberapa helai kain untuk mengamankan diri dari angin malam.
Para pengungsi itu berasal dari berbagai negara. Ada dari Somalia, Sudan, Afghanistan, Rohingya, Irak, Iran, dan Yaman. "Paling banyak Afghanistan," kata salah satu warga yang kerap bercengkerama dengan Jaffar dkk.
kumparan mendatangi langsung ke tenda-tenda gunung yang didirikan di sela-sela bangunan pencakar langit Kuningan. Mereka pencarian suaka dan sedang menunggu proses administrasi untuk menuju negara ketiga tujuan mereka, negara penerima pengungsi.
Tenda pengungsi di jantung Kuningan itu sudah ada sejak 9 bulan lalu. Penghuni paling lama adalah Amin seorang Rohingya.
"Saya sendiri sudah 9 bulan di sini di jalanan, cari hak kemanusiaan. Saya sampai sekarang, saya tidak dapat keadilan," kata Amin saat ditemui di pengungsian, Kamis (27/6).
Amin dkk menjalani hidup sehari-hari dengan menggantungkan harapan pada keberadaan masjid sekitar. Rumah ibadah dan Indomaret jadi pelarian utama untuk kebutuhan MCK dan ketika badai hujan menerjang.
"Semua di masjid. Biasa, jam 8-9 kan tutup, harus menunggu lagi subuh, begitu. Kalau buang air besar kalau tengah malam mau pergi Alfamidi, Indomaret di belakang," kata Amin menunjuk arah belakang MD Tower.
Makan mereka tidak tentu. Bila ada uang beli sendiri, tak ada uluran tangan, berpuasa.
"Kalau tidak ada [uluran bantuan], puasa aja," ungkap Amin.
Amin, pria kelahiran 1995, meninggalkan Myanmar karena konflik. Bapaknya mati ditembak. Dalam pelariannya, di sempet ke Makassar lalu ke Jakarta.
Amin di tenda pengungsian bersama puluhan WNA lain. Ada perempuan dan anak kecil. Mereka datang ke Kuningan secara bergelombang, yang proses administrasinya lebih cepat sudah terbang ke negara tujuan.
Amin dan beberapa pengungsi sebayanya lebih beruntung dari Jaffar, setidaknya kondisi tubuhnya masih bugar. Jaffar seperti jatuh ditimpa tangga: surat izin tak keluar, penyakit tak kenal henti.
Harapan Jaffar satu-satunya adalah Tuhan. Dia pontang-panting mencari bantuan dari pemerintah Indonesia untuk pengobatannya, tapi hasilnya nihil. Dia pernah berkunjung ke kantor Gubernur DKI, Pemkot Bogor, Imigrasi, tapi tak menuai hasil. Dia tetap membeli obat dengan biaya seadanya, uang tersisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar