terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

Fenomena Defisit Relasi dengan Alam - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Fenomena Defisit Relasi dengan Alam
Jun 19th 2024, 08:22, by Steni, Steni

Ilustrasi anak bermain di alam atau menanam pohon Foto: Rchat.photo gallery/Shutterstock
Ilustrasi anak bermain di alam atau menanam pohon Foto: Rchat.photo gallery/Shutterstock

Pada tahun 2005, jurnalis Richard Louv menulis buku Last Child in the Woods yang memenangkan sejumlah penghargaan bergengsi. Dalam buku itu, Louv memperkenalkan istilah NDD (Nature-Deficit Disorder) yakni fenomena keterputusan anak-anak dari lingkungan alam yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain urbanisasi, ledakan teknologi, ketakutan orang tua akan keamanan anak.

Faktor-faktor ini dalam studi Kyle Whyte dapat ditarik mundur hingga ke pemaksaan kerajaan pengetahuan barat yang diikuti oleh kolonialisasi. NDD mempunyai implikasi serius terhadap kesehatan anak seperti obesitas, gangguan konsentrasi (attention disorder), depresi. Dapat ditambahkan pula, NDD juga mengakibatkan masalah kejiwaan berupa disorientasi anak terhadap realitas yang benar.

Pemikiran Louv hampir 20 tahun lalu itu merupakan situasi hari ini yang berlangsung di berbagai rumah tangga di kota. Urbanisasi mencerabut keterikatan budaya dan historis kaum urban terhadap alam fisik yang sebelumnya masih dialami oleh para pendahulu mereka yang berasal dari desa.

Keluarga-keluarga di kota dewasa ini umumnya bertumbuh sebagai generasi kota yang sejak dalam kandungan telah terputus dari lingkungan alam fisik. Bahkan, banyak di antara remaja yang tidak tahu persis wujud dari tumbuhan yang menjadi sumber konsumsi mereka sehari-hari, seperti kopi, jagung, alpukat. Pembangunan kota-kota memperparah situasi ini karena tidak menyediakan ruang belajar ekologi bagi generasi muda. Banyak remaja terjebak dalam kamar 3X4 di rumah mereka, yang akhirnya ibarat penjara dari waktu ke waktu.

Parahnya, ledakan teknologi gadget makin menjauhkan anak-anak dari alam fisik. Mereka lebih tertarik pada handphone, game, dan dunia imajiner, lalu menenggelamkan seluruh dirinya disana. Statitik screen time baru-baru ini mencatat, bahwa anak usia 11-14 tahun menghabiskan 9 jam waktu mereka di depan layar kaca.

Gejala ini selain menggerus ikatan sosial dalam keluarga, juga memutarbalikkan makna realitas pada diri anak-anak, bahwa yang menjadi kenyataan adalah dunia maya di mana pohon, binatang, hutan, gunung, ada dalam layar kaca. Sementara pohon, binatang, hutan, gunung yang sesungguhnya adalah wilayah imajiner yang jauh dari terkaan mereka.

Rendahnya minat rumah tangga kota untuk membawa anak-anak mereka belajar tentang lingkungan juga dipengaruhi oleh disrupsi pengetahuan. Banyak ibu rumah tangga tidak ingin anaknya bermain di alam karena alasan kotor dan kotor menimbulkan penyakit.

Iklan-iklan di ruang publik membenarkan pandangan ini. Tengok saja iklan sabun mandi sebagian besar brand ternama. Mereka memusuhi lingkungan fisik. Pengetahuan seperti ini berseberangan dari banyak studi ilmiah. Para ahli sel menunjukkan bahwa menjaga jarak berlebihan dari lingkungan alamiah justru berbahaya bagi imunitas tubuh. Sejumlah ahli biologi molekular dari Fred Hutchinson Cancer Research Center yang dipimpin oleh Dr. Roger Brant menemukan bahwa interaksi antara sel tubuh dan lingkungan merupakan bawaan alamiah tubuh manusia sebagai mekanisme bertahan hidup.

Sel menggunakan sinyal interaksi dari lingkungannya untuk bermigrasi atau mengakhiri dirinya sendiri. Studi-studi semacam ini bahkan menjadi mazhab baru dalam pemikiran biologi yang disebut epigenetika, yakni bahwa lingkungan dapat menjadi saklar bagi tubuh untuk mengaktivasi atau mendiamkan jenis penyakit bawaan. Tubuh akan sehat manakala sikap hidup orang makin positif terhadap lingkungannya.

Menurut Kyle Whyte (2018) kekeliruan pengetahuan ekologi pada rumah tangga di berbagai belahan dunia dewasa ini adalah buah dari proyek kekuasaan pengetahuan. Keterpisahan antara manusia dan alam pada tradisi-tradisi di Timur merupakan model sukses proyek kolonialisme Eropa yang menata kembali cara berpikir dan orientasi hidup masyarakat tanah jajahan.

Bangsa Eropa melakukan kekejaman itu melalui melalui dominasi politik, pendidikan modern, hegemoni budaya, bahkan kerja paksa serta genosida. Dalam banyak kasus, pemerintah Kolonial Belanda memaksakan pemukiman kembali masyarakat asli ke tempat-tempat yang mudah dijangkau bangsa Eropa dan mencerabut pribumi dari lingkungan alamiah mereka.

Proyek pencerabutan ini membuat kita kehilangan identitas sebagai manusia yang dekat dan memiliki alam. Sementara untuk orang Eropa, proyek itu adalah sukses besar yang memudahkan mereka untuk mengontrol dan mengendalikan perilaku pribumi, termasuk menjajah pikiran dan sikap hidup.

Namun, ketercerabutan dari alam menimbulkan dampak kesehatan yang sangat berbahaya bagi generasi masa depan. Fenomena NDD merupakan kenyataan di depan mata. Media massa baru-baru ini melaporkan kasus diabetes anak meroket 70 kali lipat dari kasus 2010. Pakar kesehatan menganjurkan kegiatan fisik yang diperbanyak dan menjadi pola makan. Kegiatan fisik tentu harus berinteraksi dengan alam sekitar yang tidak hanya memberi efek positif pada kesehatan tetapi juga pengayaan secara langsung pengetahuan anak tentang alam.

Belakangan ini, banyak orang yang tercerahkan mulai menempatkan alam sebagai obat penyembuh. Mereka mengkonsolidasikan diri dalam gerakan ekoterapi. Di Indonesia, upaya ilmiah tema ini sudah mulai dirintis oleh beberapa penelitian. Salah satunya adalah studi doktoral Elisa Rinihapsari yang mengambil kasus di Mekon Kupang, di mana banyak kesembuhan terjadi karena interaksi antara manusia, alam, dan Tuhan.

Alam yang indah adalah rumah sukacita yang alamiah untuk manusia secara gratis dan mudah oleh Sang Pencipta. Richard Louv, dalam buku yang saya kutip di atas menulis "...tidak seperti televisi, alam tidak mencuri waktu tetapi justru menguatkannya. Alam menyediakan penyembuhan alamiah bagi anak yang hidup dalam keluarga atau tetangga yang merusak..."

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: