terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

Sejarah Invasi Israel ke Lebanon Selalu Gagal, Apakah Kali Ini Akan Berhasil? - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Sejarah Invasi Israel ke Lebanon Selalu Gagal, Apakah Kali Ini Akan Berhasil?
Oct 1st 2024, 13:16, by Tiara Hasna R, kumparanNEWS

Jet tempur Angkatan Udara Israel melepaskan suar untuk mencegat pesawat musuh yang diluncurkan dari Lebanon, Minggu (25/8/2024). Foto: JALAA MAREY / AFP
Jet tempur Angkatan Udara Israel melepaskan suar untuk mencegat pesawat musuh yang diluncurkan dari Lebanon, Minggu (25/8/2024). Foto: JALAA MAREY / AFP

Setelah serangkaian serangan udara besar-besaran di Lebanon, Israel diprediksi akan memulai invasi darat ke selatan negara tersebut pada Selasa (1/10).

Pasukan Israel bertujuan mendorong Hizbullah melampaui Sungai Litani, sekitar 29 kilometer dari perbatasan Israel, guna memulangkan 60 ribu warga Israel yang mengungsi di utara.

Dalam serangan pekan lalu, Israel berhasil membunuh pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, beserta beberapa komandan senior.

Tragedi itu memberikan pukulan telak terhadap kelompok militan Syiah tersebut. Meski demikian, invasi ini memicu pertanyaan besar: Akankah upaya Israel kali ini berbeda dari konflik di Lebanon sebelumnya?

Peta Palestina, Lebanon, dan Israel. Foto: Dimitrios Karamitros/Shutterstock
Peta Palestina, Lebanon, dan Israel. Foto: Dimitrios Karamitros/Shutterstock

Dikutip dari Reuters, Israel pernah mencoba hal serupa sejak 40 tahun lalu, tepatnya pada 1982. Saat itu mereka menginvasi hingga ke Beirut untuk menghancurkan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Mereka berusaha memadamkan perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur yang telah ada sejak Perang Israel-Arab pada 1967.

Meskipun Israel berhasil memindahkan PLO dari Lebanon, munculnya Hizbullah atas dukungan Iran justru memperumit situasi.

Para pendukung muda kelompok fundamentalis Syiah Hizbullah Lebanon berbaris di sepanjang sisi perbatasan Lebanon di Gerbang Fatima di desa Kfar Kila, Lebanon selatan, dalam sebuah demonstrasi pada (14/12/2001). Foto: ALI DIYA/AFP
Para pendukung muda kelompok fundamentalis Syiah Hizbullah Lebanon berbaris di sepanjang sisi perbatasan Lebanon di Gerbang Fatima di desa Kfar Kila, Lebanon selatan, dalam sebuah demonstrasi pada (14/12/2001). Foto: ALI DIYA/AFP

Masuk ke tahun 2000, korban Israel terus meningkat. Perdana Menteri saat itu, Ehud Barak, melakukan penarikan pasukan secara sepihak.

Hal itu memperkuat popularitas Hizbullah sebagai kekuatan politik dan paramiliter yang tangguh melawan Israel dan sekutunya.

Israel dipaksa mundur di bawah tekanan perlawanan Hizbullah.

Enam tahun kemudian (2006), Israel kembali menginvasi Lebanon dengan tujuan menghancurkan Hizbullah.

Tentara Israel turun dari sebuah jip setelah memindahkan mayat-mayat pejuang Hizbullah yang dibawa melintasi perbatasan ke Israel setelah pertempuran sengit di Lebanon selatan, dekat komunitas Israel Yiron (26/7/2006). Foto: DAVID FURST/AFP
Tentara Israel turun dari sebuah jip setelah memindahkan mayat-mayat pejuang Hizbullah yang dibawa melintasi perbatasan ke Israel setelah pertempuran sengit di Lebanon selatan, dekat komunitas Israel Yiron (26/7/2006). Foto: DAVID FURST/AFP
Tentara Israel memindahkan mayat-mayat pejuang Hizbullah melintasi perbatasan ke Israel setelah pertempuran sengit di Lebanon selatan, dekat komunitas Israel, Yiron (26/7/2006). Foto: DAVID FURST/AFP
Tentara Israel memindahkan mayat-mayat pejuang Hizbullah melintasi perbatasan ke Israel setelah pertempuran sengit di Lebanon selatan, dekat komunitas Israel, Yiron (26/7/2006). Foto: DAVID FURST/AFP

Namun, lagi-lagi Israel gagal mencapai tujuannya.

Setelah 34 hari pertempuran berdarah dan menelan biaya besar bagi kedua belah pihak, Israel menerima resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk gencatan senjata, dan Hizbullah diputuskan sebagai pemenang.

Beda Israel Saat Itu dan Sekarang

Kali ini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yakin bahwa situasinya berbeda. Israel telah menunjukkan kekuatan militernya di Gaza, dan Netanyahu mendapat dukungan dari menteri-menteri ekstremisnya.

Pasukan Pertahanan Israel telah meratakan sebagian besar Jalur Gaza dan menewaskan lebih dari 40 ribu warga sipilnya dengan dua juta lainnya telah berulang kali mengungsi.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan saat berbicara dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-79 di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City pada 27 September 2024. Foto: Charly Triballeau/AFP
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan saat berbicara dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-79 di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City pada 27 September 2024. Foto: Charly Triballeau/AFP

Selain itu, dukungan finansial dan militer dari Amerika Serikat, termasuk bantuan sebesar USD 8,7 miliar, memberikan Israel kepercayaan diri untuk melanjutkan operasi ini.

Namun, invasi ke Lebanon selalu menantang. Meskipun Hizbullah tengah dalam posisi terpukul, mereka tetap merupakan kekuatan militer yang terorganisir dan bersenjata lengkap. Mereka memiliki kemampuan untuk melancarkan perlawanan panjang yang dapat menyebabkan kerugian besar bagi Israel.

Situasi ini juga memunculkan pertanyaan tentang dampak regional. Iran, sebagai pendukung utama Hizbullah, diperkirakan tidak akan tinggal diam.

Presiden Iran yang baru, Masoud Pezeshkian, berpidato di hadapan para hadirin setelah upacara pengambilan sumpah jabatan di parlemen di Teheran, pada 30 Juli 2024. Foto: AFP
Presiden Iran yang baru, Masoud Pezeshkian, berpidato di hadapan para hadirin setelah upacara pengambilan sumpah jabatan di parlemen di Teheran, pada 30 Juli 2024. Foto: AFP

Meskipun Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, memiliki prioritas domestik yang mendesak, Iran tidak mungkin membiarkan Hizbullah runtuh tanpa perlawanan. Namun, pendekatan Iran saat ini tampaknya membiarkan Israel terjebak dalam konflik yang berlarut-larut di Lebanon.

Mengingat sejarah invasi Israel yang gagal di Lebanon, tantangan di depan tetap besar. Seperti halnya pada 2006, invasi ini bisa berakhir tanpa hasil yang jelas, dan bahkan memperkuat musuh Israel.

Di sisi lain, Israel masih belum sepenuhnya berhasil memadamkan perlawanan Hamas.

Tanpa solusi diplomatik, penggunaan kekuatan militer secara terus-menerus mungkin tidak akan memberikan hasil yang diharapkan.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: