terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download

>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:

MK Tolak Gugatan Permintaan Adanya Kolom 'Tidak Beragama' di KK dan KTP - my blog

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
MK Tolak Gugatan Permintaan Adanya Kolom 'Tidak Beragama' di KK dan KTP
Jan 3rd 2025, 12:56, by Rini Friastuti, kumparanNEWS

Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ardiwebs/Shutterstock
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ardiwebs/Shutterstock

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan permintaan adanya kolom pengisian 'tidak beragama' di kartu keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Permohonan itu diajukan oleh Raymond Kamil (Pemohon I) dan Indra Syahputra (Pemohon II). Keduanya menggugat Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) UU Administrasi Kependudukan.

Mereka meminta agar MK mengatur adanya kolom 'tidak beragama' dalam pengisian KK dan KTP. Namun, MK menolak permohonan itu.

"Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusannya, di Gedung MK, Jakarta, Jumat (3/1).

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa Indonesia memang mengatur adanya kebebasan beragama. Akan tetapi, kebebasan tersebut bukan berarti untuk memilih tidak beragama.

Menurut MK, hal tersebut bukanlah pembatasan yang melanggar konstitusi dan hak asasi. Melainkan merupakan pembatasan yang proporsional.

"Bilamana tidak adanya kebebasan untuk tidak beragama atau tidak berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dianggap sebagai suatu pembatasan hak asasi, maka pembatasan yang seperti itu sendiri selain diperlukan untuk menjaga dan mempertahankan karakter bangsa, juga bukanlah bentuk pembatasan yang opresif atau sewenang-wenang dan bukanlah pembatasan yang tidak proporsional," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangannya.

Dalam gugatannya itu, para Pemohon menyatakan telah mengalami kerugian konstitusional karena harus mengisi kolom agama dengan memilih agama atau kepercayaan. Padahal, mereka ingin diinput tidak beragama.

Diskriminasi dialami oleh para Pemohon lantaran petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menolak agar kolom agama dalam KK maupun KTP dituliskan 'tidak beragama'.

Ilustrasi KTP. Foto:  MadeSurya/Shutterstock.
Ilustrasi KTP. Foto: MadeSurya/Shutterstock.

Hakim Arief pun menekankan bahwa konsep kebebasan beragama yang dianut dalam konstitusi Indonesia bukanlah kebebasan yang memberikan ruang bagi warga negara untuk tidak memeluk agama atau tidak menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

"Hal ini membentuk karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama atau bangsa yang memilki kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa," tutur Hakim Arief.

"Untuk itu, norma dalam undang-undang yang mengatur mengenai administrasi kependudukan mewajibkan bagi setiap warga negara untuk menyebutkan atau mendaftarkan diri sebagai pemeluk agama atau penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan norma yang berfungsi dan bertujuan untuk memfasilitasi dan mewujudkan karakter bangsa yang demikian," lanjut dia.

Dalam permohonan itu, Raymond juga mengaku ingin menikah kembali. Akan tetapi, ia tidak mungkin memenuhi hak konstitusional yang dimaksud, kecuali melakukan kebohongan sebagai penganut agama tertentu yang diakui.

Dalam konteks itu, Raymond juga menggugat Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan dan mendalilkan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena tidak mengakomodir dirinya dalam memilih untuk tidak memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Terkait dalil tersebut, Hakim Arief pun menekankan bahwa amanat konstitusi menyebut perkawinan tidak terlepas dari Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai prinsip dasar.

MK juga memaparkan bahwa perkawinan yang sah hanya terjadi jika dilakukan oleh masyarakat yang menganut agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Oleh karenanya, MK menyebut bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan unsur yang tidak dapat dihilangkan dari syarat sahnya perkawinan.

"Dengan tidak adanya ruang bagi warga negara Indonesia untuk memilih tidak menganut agama atau tidak menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka norma hukum positif yang hanya memberikan pengesahan terhadap perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing bukanlah norma yang menimbulkan perlakuan diskriminatif," jelas Hakim Arief.

"Tanpa adanya agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dianut atau ditentukan oleh warga negara yang akan melangsungkan perkawinan, maka tidak akan timbul sesuatu yang disebut dengan perkawinan yang sah," imbuhnya.

MK pun menegaskan bahwa beragama dan berketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu keniscayaan sebagai perwujudan karakter bangsa dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.

"Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, maka dalil para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan adalah tidak beralasan menurut hukum," pungkas Hakim Arief.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar: