terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Bivitri Susanti: Tak Masalah Jumlah Capres Tak Dibatasi, Parpol Sudah Paham - my blog
Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20%. Putusan ini diprediksi bisa memunculkan banyak paslon pada Pemilu 2029.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mengatakan tak ada pembatasan jumlah paslon ini tak menimbulkan masalah. Justru menurutnya baik untuk demokrasi Indonesia.
"Sebanyak-banyaknya (Paslon) menurut saya nggak ada masalah. Tapi kan kita mikirnya jangan mikir polos-polosan kayak kita mau nyalonin ketua kelas," kata Bivitri kepada kumparan, Jumat (3/1).
Bivitri menyebut, banyaknya paslon tak jadi masalah karena ada aturan dua putaran dalam Pilpres. Maka, masyarakat tak perlu khawatir dengan banyaknya calon presiden.
"Tapi intinya adalah jangan khawatir soal kebanyakan. Karena pada akhirnya toh tersedia fasilitas untuk memastikan legitimasi presiden yang terpilih," ucapnya.
Namun, ia menilai kemungkinan hanya ada sedikit paslon masih ada, karena partai politik akan jadi lebih hati-hati dalam menunjuk paslon.
"Kita harus mikir bahwa biaya berpolitik itu mahal sekali. Jadi partai-partai politik sebagai manusia-manusia ekonomi yang rasional pasti akan ngitung kalau memang seseorang itu nggak punya elektabilitas yang tinggi, kemungkinan menangnya kecil, mereka nggak akan majukan," ucapnya.
"Jadi bahwa mereka mungkin tetap akan berkoalisi, tetap muncul cuma dua calon, mungkin aja terjadi," sambungnya.
Menurutnya, poin dari keputusan MK bukan lah di banyak atau sedikitnya paslon. Melainkan pencabutan syarat yang eksklusif untuk partai besar.
"Tapi yang jelas, jangan dipaksa untuk dan dikasih tiket khusus, tiket eksklusif dengan presidential threshold, tiket eksklusif untuk partai-partai besar saja untuk jadi penentu. Itu yang jadi masalah," tuturnya.
Putusan MK Ada Plus Minus
Bivitri menilai, keputusan MK ini memiliki banyak plus-nya ketimbang minus. Katanya, kini ruang demokrasi Indonesia jadi terbuka.
"Kebanyakan plus ya daripada minus, jadi menurut saya putusan ini bagus sekali karena dia membuka ruang buat demokrasi di Indonesia. Jadi ruangnya terbuka dulu, bahwa nanti yang memanfaatkan ada yang membawa ke arah buruk, tapi ada juga yang membawa ke arah baik, itulah soalnya dengan demokrasi," tuturnya.
"Kalau ruangnya sudah terbuka, maka yang akan terjadi adalah satu kartel politik itu bisa kita bongkar. Kita akan melakukan, akan ada dorongan, paling tidak ya, untuk melakukan perubahan konfigurasi politik," tambahnya.
Menurutnya, salah satu contoh baik pada perubahan aturan ambang batas terjadi pada Pilkada 2024 kemarin, di mana dari perubahan aturan ambang batas, banyak Paslon yang bisa dimajukan.
"Jadi bayangkan bahwa di level nasional pun ini akan terjadi. Konfigurasi politik akan dipaksa untuk berubah karena dengan sendirinya kita harus bayangkan para politikus itu juga akan memikirkan cara supaya mereka bisa mendapatkan kekuasaan dan kepentingannya. Jadi mereka akan merekonfigurasi diri mereka sendiri," pungkasnya.
Keputusan MK ini juga, menurut Bivitri, membuat masyarakat memiliki banyak pilihan pada Pilpres nantinya, serta akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengenal para Paslon.
"Dan yang kedua juga bagus adalah kita, jadi warga itu lebih bisa punya banyak pilihan dan tahu dari awal. Ketika dulu dipaksa mereka untuk berkoalisi dengan presidential threshold, kita itu kan nggak tahu prosesnya," ucapnya.
"Tiba-tiba mereka makan siang si ini dengan si itu, ketemuan di Hambalang. Terus tiba-tiba hanya beberapa minggu menjelang pendaftaran kita baru tahu, oh ini yang diajukan. Oh Gibran sama Prabowo ternyata," tambahnya.
Dengan penghapusan ambang batas ini, partai politik akan lebih mempersiapkan calon-calonnya. Tak akan ada lagi Paslon dadakan.
"Bayangkan bahwa kalau kerannya sudah dibuka seperti sekarang, partai politik harusnya ya mereka jadi mulai memikirkan misalnya setahun sebelum pemilihan mereka sudah bisa membicarakan siapa calon yang paling baik menurut mereka," ujarnya.
"Kita juga sangat mungkin akan punya sirkulasi elite yang lebih bisa terjadi dengan lebih baik," tambahnya.
Apa yang Harus Dipertimbangkan DPR dalam Revisi Undang-Undang?
Bivitri menilai DPR RI harus mempertimbangkan beberapa hal dalam merevisi Undang-Undang Pemilu nantinya. Mereka harus benar-benar mempertimbangkan catatan MK.
"MK sudah memberikan 5 kalau saya tidak salah, poin-poin yang harus diperhatikan. Misalnya kalau nggak boleh lagi ada persentase apapun yang membatasi pencalonan," tuturnya.
Lalu, ada satu poin MK yang menurut Bivitri harus di-highlight, yaitu DPR harus mempertimbangkan pendapat pihak-pihak yang memiliki kepedulian, bukan hanya yang memiliki kepentingan.
"Kalau pada saat pembahasan itu menurut MK harus dilakukan secara partisipatif bermakna. Semua yang punya kepentingan dan concern, tidak hanya kepentingan tapi concern," ujarnya.
"Seperti NGO kayak Perludem gitu-gitu ya. Itu harus didengar, dipertimbangkan masukannya dan diberi jawaban atas pertimbangan yang mereka masukkan. Itu yang paling penting yang perlu diperhatikan DPR," tambahnya.
Bivitri menilai, DPR RI harus melihat evaluasi dari Pemilu 2024 lalu. "Kemudian yang kedua juga yang perlu diperhatikan DPR adalah evaluasi dari apa yang terjadi pada 2024 kemarin," ujarnya.
"Termasuk misalnya kemungkinan untuk meng-cluster pemilihannya antara nasional dengan daerah. Jadi DPRD misalnya barengan sama pilkada pemilihannya. Tapi presiden barengannya sama DPR RI sama DPD misalnya begitu," sambungnya.
Pilkada juga Harusnya Tak Ada Ambang Batas
Terakhir, Bivitri menyampaikan harapannya agar Pilkada juga tak ada ambang batas pencalonan.
"Gimana dengan pilkada? Jadi yang ideal memang pilkada juga enggak ada presidential thresholdnya sama sekali," ujarnya.
Ia pun berharap ada yang mengajukan ke MK untuk penghapusan ambang batas pencalonan di Pilkada.
"Jadi mudah-mudahan nanti ada juga yang mengajukan lagi untuk threshold pilkada juga harusnya 0%," tuturnya.
"Dan dengan legal reasoning atau penalaran hukum seperti yang dipaparkan dalam putusan 62 ini, saya cukup yakin MK kembali akan membuat 0% untuk pilkada dan itu artinya bagus," sambungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar