terunik teraneh terselubung blogspot.com terlucu menarik di dunia tapi nyata dan terlangka aneh22 video gambar ajaib bin ajaib kau tuhan sungguh penuh kuasa unik77.tk unik4u unic77.tk gokil extreme medis kriminal arkeologi antariksa UFO dinosaurus kita flora fauna misteri bumi militer hiburan ekonomi bahasa teknologi sejarah politik tokoh hukum mumi rumor motivasi moral hewan tumbuhan tips trick kuliner otomotif pendidikan galleri musik sms hantu wallpaper artis indonesia foto hot syur panas download
>10.000 artikel menarik ada disini,silahkan cari:
Cerita Istri: Hakim PN Surabaya Erintuah Syok saat Apartemen Didatangi Kejagung - my blog
Jan 7th 2025, 14:28, by M Fadhil Pramudya P, kumparanNEWS
Istri Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Erintuah Damanik, Rita Sidauruk, menceritakan peristiwa saat apartemennya digeledah oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terkait kasus dugaan suap dalam vonis bebas Ronald Tannur.
Hal itu disampaikan Rita saat dihadirkan menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/1).
Penggeledahan di apartemen itu terjadi pada 23 Oktober 2024. Saat itu, kata dia, ia bersama Erintuah memang tengah berada di apartemen yang berlokasi di Surabaya.
"Waktu itu, saya seperti biasa, Pak, ya, subuh sekali sudah bangun. Lanjut saya kegiatan sebagai ibu rumah tangga, saya siap-siap untuk memasak, belum saya mulai memasak, pintu diketuk," kata Rita dalam kesaksiannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/1).
Setelahnya, Rita memang sempat menanyakan ke sang suami terkait orang yang mendatangi apartemennya. Usai pintu apartemen dibuka, lanjutnya, mereka yang datang mengaku dari Kejagung.
Mendengar itu, Rita pun mengaku kaget dan terpaku.
"Katanya dari Kejaksaan Agung. Kita buka pintu, masuk semua. Saya terus terang, Pak, shock di situ, kaget saya. Ada apa ini, kan begitu. Saya enggak bisa ngomong, saya diam," ujar dia.
Ia menyebut, penggeledahan di apartemen itu mulai dilakukan sejak pagi sekitar pukul 05.30 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Usai penggeledahan itu, Erintuah pun dibawa penyidik ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
"Sampai akhirnya sore itu kita dibawa bersama-sama, waktu itu memang saya tidak ikut dibawa, cuma saya bilang, saya mohon sama jaksa waktu itu, 'Pak, saya ikut, saya mau lihat suami saya mau dibawa ke mana'. Jadi, saya minta ikut waktu itu," tutur Rita.
Bahkan, saat penyidik membawa Erintuah ke Kejati Jawa Timur, Rita mengaku stres. Hingga sekitar jam 10 malam, ia mengungkapkan sang suami tidak diizinkan oleh penyidik untuk pulang ke rumah.
"Malah lebih stres lagi saya, Pak. Terus saya dipisahkan dari bapak, bapak dibawa. [Dibilang penyidik] 'Ibu tunggu sini aja', gitu. Bapak enggak tahu saya dibawa ke mana," ungkapnya.
"Sampai jam sekitar 10 atau lebih lah malam, kemudian Bapak tidak diizinkan lagi pulang. Bapak tidak diizinkan lagi pulang, saya yang disuruh pulang," papar dia.
Imbas kejadian itu hingga suaminya menjalani proses hukum, Rita juga mengaku trauma hingga tidak bisa tidur berhari-hari.
"Itu yang buat saya, saya enggak berani sambil lihat orang lagi, Pak, ketakutan yang sangat mencekam saya sampai berapa minggu," ucapnya.
"Terus kadang habis itu juga ada ketuk-ketuk, saya enggak bisa tidur berhari-hari, Pak," pungkas dia.
Tinggal di Surabaya Sudah 4 Tahun
Dalam kesaksiannya itu, Rita mengungkapkan bahwa dirinya juga pernah tinggal di Semarang, Jawa Tengah. Ia kemudian pindah ke Surabaya saat suaminya berpindah tugas ke sana.
"[Tinggal] di Surabaya saat Bapak tugas di Surabaya. Lebih kurang 4 tahun kalau enggak salah," ujarnya.
"Selama di Surabaya apakah ibu tinggal terus di Surabaya atau mondar-mandir Surabaya-Semarang?" tanya jaksa.
"Wara-wiri saya, Pak," timpalnya.
Saat penyidik melakukan penggeledahan di apartemennya di Surabaya, Rita mengaku tidak mengetahui apa saja yang disita oleh penyidik Kejagung.
"Pas ada penyitaan, Ibu tahu apa yang disita penyidik?" cecar jaksa.
"Saya enggak hafal tapi ada surat penyitaan," jawab Rita.
"Siapa yang tanda tangani?" tanya jaksa.
"Kalau enggak salah, Bapak yang tanda tangani," jawab Rita.
"Kalau ditotal berapa mata uang asing atau rupiah [yang disita]?" cecar jaksa.
"Saya enggak hafal," kata Rita.
Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Adapun dalam dakwaannya, Erintuah Damanik bersama dua orang hakim PN Surabaya lainnya, Heru Hanindyo dan Mangapul, didakwa menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar, dengan rincian Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau setara dengan Rp 3.671.446.240 (Rp 3,6 miliar).
Tak hanya itu, mereka juga didakwa menerima gratifikasi terkait pengaturan vonis bebas terhadap Ronald Tannur. Jumlah gratifikasi yang diterima masing-masing hakim tersebut beragam.
Berikut rincian gratifikasi yang diterima masing-masing Hakim:
Erintuah Damanik
Erintuah didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 608,8 juta. Berikut rinciannya:
Uang sebesar Rp 97.500.000 (Rp 97,5 juta), yang terdiri dari 332 lembar pecahan Rp 50.000 dan 809 lembar pecahan Rp 100.000;
Uang sebesar SGD 32.000 (Rp 381.495.680 atau Rp 381,4 juta), yang terdiri dari 32 lembar pecahan SDG 1.000 yang tersimpan di dalam amplop putih; dan
Uang sebesar MYR 35.992,25 (Rp 129.857.050,64 atau Rp 129,8 juta), yang terdiri dari 80 lembar pecahan MYR 100, 558 lembar pecahan MYR 50, 2 lembar pecahan MYR 20, 2 lembar pecahan MYR 10, 12 lembar pecahan MYR 1, 2 keping pecahan 10 sen Malaysia, dan 1 keping pecahan 5 sen Malaysia, yang seluruhnya tersimpan di dalam 1 buah tas handbag/clutch warna cokelat.
Heru Hanindyo
Heru Hanindyo didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing yang jumlahnya ditaksir mencapai Rp 835,5 juta. Berikut rinciannya:
Uang senilai Rp 104.500.000 (Rp 104,5 juta);
Uang senilai USD 18.400 (setara dengan Rp 298.206.960 atau Rp 298,2 juta);
Uang senilai SGD 19.100 (setara dengan Rp 227.859.944 atau Rp 227,8 juta);
Uang senilai ¥ 100.000 (setara dengan Rp 10.318.000 atau Rp 10,3 juta);
Uang senilai € 6000 (setara dengan Rp 100.953.360 atau Rp 100,9 juta); dan
Uang tunai SR 21.715 (setara dengan Rp 93.707.990,05 atau Rp 93,7 juta).
Mangapul
Hakim Mangapul didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 125,4 juta. Berikut rinciannya:
Uang senilai Rp 21.400.000 (Rp 21,4 juta);
Uang senilai USD 2.000 (setara dengan Rp 32.432.200 atau Rp 32,4 juta); dan
Uang senilai SGD 6.000 (setara dengan Rp 71.601.900 atau Rp 71,6 juta).
Akibat perbuatannya, ketiga Hakim PN Surabaya itu didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka juga didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar