Gangguan tidur jelas menyebabkan penurunan semangat, vitalitas kemampuan konsentrasi dan juga performa seksual. Siapa pun akan menolak berhubungan seks saat lelah mendera. Tetapi, gangguan tidur bukan hanya insomnia saja.
Tahukah Anda, adanya gangguan tidur yang membuat kita terus merasa lelah dan mengantuk walau tidur cukup? Kantuk berlebihan, dikenal dengan sebutan hipersomnia, adalah rasa kantuk yang dirasakan walau sudah tidur cukup.
Penyebab hipersomnia tersering adalah
sleep apnea atau henti nafas saat tidur, yang ditandai dengan kebiasaan mendengkur.
Sleep apnea terjadi akibat menyempitnya saluran nafas saat tidur. Akibatnya kadar oksigen dalam darah turun berulang-ulang sepanjang malam. Kerja jantung dan berbagai organ pun turut terganggu.
Sleep apnea telah dikenal luas mengakibatkan penyakit-penyakit berbahaya seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung hingga stroke. Tetapi
sleep apnea juga menyebabkan penurunan kualitas hidup, mulai dari produktivitas kerja, kehidupan rumah tangga dan performa seks.
Dalam kehidupan rumah tangga, pendengkur sering dianggap keluarganya sebagai pemalas karena selalu mengantuk dan kelelahan. Efek dari hipersomnia juga memberikan penampakan seseorang yang kurang bermotivasi dan lamban. Akibat kondisi kurang tidur ini juga, seseorang menjadi sensitif, mudah marah, tak sabaran dan emosional. Apalagi suara dengkuran yang mengganggu setiap malam.
Menurunnya minat seksual, walau jarang dibicarakan, menjadi pelengkap ramuan masalah rumah tangga ini. Perlahan dimulai dari permintaan untuk pisah kamar dan berlanjut menjadi perpecahan.
Sleep Apnea dan Disfungsi Seksual Berbagai penelitian telah memastikan hubungan yang erat antara
sleep apnea dan gangguan ereksi. Dalam
The Journal of Sexual Medicine terbitan November 2009, diungkapkan bahwa dari 69% pria pendengkur yang terdiagnosa dengan
sleep apnea ternyata mengalami disfungsi ereksi. Sedangkan pasien tanpa
sleep apnea, hanya 34%-nya saja yang mengalami disfungsi ereksi. Dari penelitian ini juga disebutkan bahwa derajat disfungsi ereksi semakin parah sesuai dengan penurunan kadar oksigen darah saat tidur yang direkam lewat polisomnografi (pemeriksaan tidur di laboratorium tidur). Artinya, semakin parah henti nafas saat tidurnya, semakin berat juga disfungsi ereksi yang dialami. Derajat keparahan
sleep apnea, tidak dilihat dari keras atau tidaknya dengkuran, tetapi dari jumlah dan durasi henti nafas serta penurunan kadar oksigen darah selama tidur.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di tahun 2005 yang dituangkan dalam Jurnal Urologi. Penelitian ini melihat pada kantuk berlebih yang dialami pendengkur yang diukur dengan
Epworth Sleepiness Scale. Hasilnya, pada pendengkur dengan nilai abnormal, 80%-nya mengalami disfungsi ereksi dibanding dengan 20% pada pria dengan nilai normal.
Sebuah penelitian pada tikus di tahun 2008 mencoba menjelaskan mekanisme hubungan
sleep apnea dan gangguan ereksi. Para peneliti di University of Louisville meniru kondisi
sleep apnea pada tikus. Tikus-tikus tersebut secara berulang sengaja dikurangi oksigennya, sama seperti yang dialami penderita sleep apnea pada waktu tidur. Hasilnya tikus-tikus tersebut mengalami penurunan ereksi spontan hingga 55%. Jelas tampak bahwa kekurangan oksigen untuk jangka waktu pendek saja sudah dapat menurunkan fungsi-fungsi seksual.
Bahkan setelah dikembalikan pada kondisi oksigen normal, gangguan-gangguan tersebut tak dapat sepenuhnya hilang. Ini diukur lewat berbagai perilaku maupun fungsi-fungsi seksual tikus. Salah satunya adalah pemeriksaan
Nitric Oxide Synthase (NOS). NOS endotelial adalah zat yang ditingkatkan pada penggunaan obat sildenafil (viagra).
Beberapa ahli urologi dari Yunani, meneliti perawatan yang terbaik bagi pasien disfungsi ereksi yang juga mengidap
sleep apnea. Mereka menyimpulkan bahwa pengobatan dengan sildenafil saja atau perawatan
sleep apnea dengan CPAP (
continuous positive airway pressure) saja tidaklah cukup. Efek terapi maksimal hanya didapatkan dengan pendekatan bersamaan medikasi sildenafil dan penggunaan CPAP.
Pengobatan Menyeluruh Dari semua penelitian yang menunjukkan hubungan antara mendengkur
/sleep apnea dengan disfungsi ereksi tampak bahwa pencegahan lebih baik dibanding pengobatan. Efek kekurangan oksigen secara periodik untuk waktu yang singkat saja sudah langsung mempengaruhi fungsi-fungsi seksual. Sekali terganggu, tidak mudah untuk mengembalikannya.
Perawatan
sleep apnea dengan CPAP yang mengembalikan kadar oksigen selama tidur tak dapat mengembalikan fungsi-fungsi seksual seperti sedia kala. Pengobatan disfungsi ereksi saja ternyata juga tidak memberikan hasil yang memuaskan. Untuk hasil yang optimal, kedua pendekatan pengobatan harus dijalankan bersamaan.
Demikian juga halnya dengan masalah mendengkur. Gangguan tidur yang satu ini, sudah tak dapat diremehkan. Tata laksananya yang terdengar asing di masyarakat Indonesia pun mendesak untuk disosialisasikan.
Obstructive sleep apnea, henti nafas saat tidur, mengakibatkan berbagai masalah, mulai dari kualitas hidup, kehidupan rumah tangga, kesehatan bahkan kematian. Berbagai spesialisasi kedokteran juga sudah harus menggali kemungkinan gangguan tidur ini pada pasien-pasiennya.
Penderita
sleep apnea, ditemui setiap hari di ruang-ruang praktek. Mereka datang dengan keluhan sakit kepala, kualitas tidur buruk, selalu lelah, depresi, gangguan seksual, diabetes, tekanan darah tinggi atau bahkan pasca stroke. Pasien-pasien sleep apnea memerlukan berbagai pendekatan dari berbagai spesialisasi kedokteran secara menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar