Tinggi badan Jerly tidak lebih dari 84 cm dan bobot tubuhnya 10 kg. Kondisi tubuhnya sama dengan bayi berusia dua tahun.
Kemungkinan besar, selamanya ia akan memiliki tubuh bayi tersebut. Demikian pula dengan pikirannya. Sampai saat ini, Jerly tidak bisa berkomunikasi dan membutuhkan bantuan sang bunda untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Meski fisiknya seperti bayi, tetapi gigi susunya telah digantikan gigi permanen di usia yang seharusnya. “Dia telah menjalani diet yang tepat. Memiliki gigi yang kuat dan tidak memiliki masalah dengan pencernaannya. Yang menjadi permasalahan adalah ketidakmampuannya berbicara satu patah katapun hingga usianya saat ini,” terang J Ryngdong, dokter anak senior di Rumah Sakit Pemerintah Ganesh, Meghalaya, India. Ryngdong mencoba menganalisis kasus yang menimpa Jerly.
Jerly lahir pada 29 Maret 1983 di sebuah desa terpencil di distrik Jaintia Hills. Ia terpaksa dipindahkan ke rumah sakit pada 3 April kemarin. Ini setelah pengobatan selama 17 bulan yang tidak membuahkan hasil di Rumah Sakit Sipil Shillong.
Merilda, ibu Jerly, menuturkan, ia tidak menjumpai keanehan saat putranya lahir. Namun, ketika usianya mencapai empat bulan, Merilda menengarai tanda-tanda kecenderungan epilepsi dalam diri Jerly. Sayangnya, karena terlalu miskin untuk mendapatkan pengobatan secara medis, Merilda justru memilih pengobatan tradisional. Hingga usia 15 tahun, Jerly menjalani pengobatan secara tradisional, tetapi tidak ada perubahan sama sekali.
Ryngdong mengakui, kasus Jerly merupakan tantangan baginya. Ia menyebut pemikiran dalam kepala Jerly sama dengan bayi berusia sembilan bulan hingga satu tahun. “Pemeriksaan masih dalam tahap awal. Sulit mengatakan penyebab pasti ketidaknormalan kondisi yang dialami Jerly. Kami juga memeriksa faktor-faktor seperti kekurangan hormon dalam tubuh,” ujar Ryngdong.
Ia membantah jika faktor keturunan menjadi biang keroknya, mengingat keenam saudara Jerly memiliki kondisi fisik dan mental yang normal.
Menurut Ryngdong, Jerly bisa hidup hingga empat dekade mendatang atau lebih. Dengan catatan, ia tidak mengalami masalah kesehatan yang berarti. Merilda juga harus memikul penderitaan yang dialami putranya. Ia menghadapi prasangka buruk dari keluarganya dan cemoohan dari tetangganya. Berulang kali, kakek Jerly menyebutnya sebagai kutukan dalam keluarganya. Bahkan, ia meminta Merilda agar membuang Jerly jauh-jauh. Toh, ia tetap tegar menghadapi itu semua agar Jerly tetap bisa bertahan.
“Saya tidak akan meninggalkannya dan memutuskan untuk memberikan perawatan terbaik bagi Jerly, sembari mencari bantuan dari kelompok sosial. Saya beruntung, salah satu perkumpulan sosial di Shillong mau mengulurkan bantuannya, membawanya ke Rumah Sakit Shillong,” ujar Merilda bersimbah air mata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar